Senin, 30 Juni 2014

Maunya Begitu

“Kalian sudah SMA begini, seharusnya sudah pandai mengaji. Eh. ini malah ada seorang murid tidak berwudhu dulu sebelum membaca kitab suci. Kalian harus malu punya kawan seperti itu. Menghadap Allah itu harus suci. Membaca kitabNya juga demikian,” terang guru agamaku.

“Pak, kenapa kita harus wudhu segala?” tanyaku.

“Ya, biar suci. Jangan tunjukkan kebodohanmu, Nak,” jawabnya.

“Kenapa harus suci segala, Pak? Suci atau tidak, kan jelas tidak mengurangi kuasa Allah, Pak,” balasku.

“Ya, karena Allah maunya begitu.”

Aku langsung maju ke depan dan menampar muka guru agamaku.

“Apa-apaan kamu?!! Beraninya kau menampar guru agama!!” marahnya.

“Ya, Allah maunya begitu, Pak,” balasku.

Surabaya, 30 Juni 2014

Aditya Prahara

Jumat, 27 Juni 2014

Kurma

“Mas, aku buka ya kurmanya,” kata Sadewa, adikku yang masih 10 tahun.

“Kurma? Bungkus kali yang dibuka,” balasku.

“Oh iya itu maksudku.” Ia tersenyum.

Ia membukanya dan mulai memakan isinya.

“Kata Pak Ustad, memakan kurma itu bisa dapat pahala, Mas. Benar nggak?” tanyanya.

Aku terdiam. Kira-kira atas dasar apa ustad itu mengatakan demikian? Aku mencoba mencari jawaban yang pas.

“Makanan apa saja yang kita miliki, akan lebih baik kalau itu bisa dibagikan kepada orang lain. Mau kurma atau pare, kalau kita tidak berbagi ya jadi kurang baik,” jawabku

“Jadi Pak Ustad salah dong?”

“Pak Ustad hanya belum bilang,” jawabku lagi.

Jember, 27 Juni 2014

Aditya Prahara

Kamis, 19 Juni 2014

Makanya Pilih

“Silahkan duduk, Dit. Sudah lama tidak bertemu. Kamu jadi semakin gemuk ya sekarang,” ujarnya.

“Iya. Senang bisa bertemu denganmu lagi,” balasku.

“Oh iya. Mau minum apa ini?” tanyanya.

“Hmm, tidak usah repot repot.”

“Ah tidak repot kok. Mau teh atau sirop?” tanyanya lagi memastikan.

“Terserah kamu sajalah,” jawabku.

“Teh atau sirop?” Sekali lagi.

“Terserah saja.”

Ia masuk ke dalam meninggalkanku sendirian. Tak lama kemudian ia kembali menemuiku tanpa membawa segelas apa pun minuman.

“Lho mana minumannya?” tanyaku.

“Kan kamu bilang terserah. Ya sudah, tidak usah saja.

“Ya kan aku haus.”

“Makanya pilih, teh atau sirop. Kalau haus masak tidak minum.”

Surabaya, 19 Juni 2014

Aditya Prahara

Kamis, 05 Juni 2014

Malam yang Indah

“Tempat yang indah, sayang,” ujarku padanya.

“Iya. Aku tak menyangka kau mengajakku ke tempat yang indah ini.”

“Kau pikir selama ini kita pacaran di kandang sapi?”

“Aku hanya bercanda.” Ia tersenyum. “Kau selalu saja mengajakku ke restoran mewah. Tak perlulah kita bermewah begini. Malam yang indah.”

“Tidak apa. Semua ini demi kamu,” balasku. “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.” Aku mengeluarkan cincin dari saku celanaku.

“Aku juga,” katanya. “Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.”

Aku terdiam. “Ya sudah kau duluan.”

“Aku hamil.”

Aku tersedak. “Maksudmu?!” Aku sedikit membentak.

Ia tersenyum pahit. “Maaf.”

“Kita tak pernah sejauh itu. Di malam yang indah ini....”

Surabaya, 5 Juni 2014

Aditya Prahara