Rabu, 20 November 2013

Serius atau Main-main


Lemari itu sudah lebih dari 50 tahun ada di kamar kos ini. Bisa dilihat dari bentuk dan terlihat kuno. Ada sedikit pahatan di ujungnya. Debu menempel deras di sana. Menandakan sang pemilik kamar jarang membersihkannya. Entah tak peduli atau tak sempat, yang jelas dengan debu yang menemaninya di sana, itu akan membuat Lemari itu semakin kuno.
Di sebelah Lemari terdapat sebuah Cermin besar yang dipasang di dinding. Cermin itu selalu menemani pemiliknya ketika bersolek. Si Cermin terlihat jauh lebih bersih dibanding si Lemari. Menandakan pemiliknya amat peduli dengan si Cermin. Bahkan terdapat beberapa hiasan berwarna merah jambu agar terlihat lebih feminim.
Di ujung kamar, di sebelah pojok terdapat sebuah Meja. Di atasnya terbaring beberapa buku yang sedikit kumal. Buku-buku nampak seperti buku bekas, dari tampangnya. Bila dibuka pasti ada halaman yang robek atau kucel.
Di sebelah Meja, terdapat sebuah ranjang empuk yang nyaman. Sprei bergambar Teddy, amat cantik dan pas. Di atas ranjang empuk ini, si pemilik bebas berbuat apa saja. Terlihat dari beberapa barang yang ada di atasnya terletak tak keruan. Di pojok ranjang, terdapat sebuah sejadah dan sebuah mukena. Di ujung lain terdapat baju-baju yang tak dilipat.
Lantai kamar ini juga terlihat muram dengan jarang disapunya. Ada beberapa lembar kertas yang tercecer di sana. Kamar ini memang terlihat mirip kapal perompak yang dibajak. Porak poranda. Barang-barangnya tercecer ke sana ke mari. Kecuali Cermin besar tadi yang senantiasa dirawat.
“Ah, aku amat kesal dengan pemilik kamar ini. Kita tak diurus dengan baik gini. Aku dibiarkannya kotor begini,” kata si Lemari.
“Jangankan kau, Lemari, aku adalah tempatnya belajar. Di sering menulis di sini. Tapi dibiarkannya aku berantakan dengan buku-buku bekas ini,” kata Meja.
“Makanya jadilah Cermin macam aku. Kalian akan dirawat dengan baik,” kata Cermin.
“Kau cuma beruntung saja, Cermin. Dia memang suka bersolek, jadi ya wajar bila kau dirawatnya,” kata Lemari.
“Alah, ia juga suka menulis, mengapa aku dibiarkan kotor begini?” kata Meja. Lemari dan Cermin tak menjawab. Ranjang dan buku hendak bicara, tapi, tiba-tiba handle pintu bergerak dan pintu terdorong masuk. Masuklah seorang pemudi dan seorang pemudi memakai rok dan celana abu-abu yang lengket berjalan masuk ke kamar sambil menautkan bibir mereka.
“Aku berani bertaruh, mereka hendak main-main lagi,” kata Lemari.
Ranjang terlihat bahagia karena pasti ia akan dibersihkan.
Perempuan muda itu melepas bibirnya dari bibir si pria. Ia tersenyum pada si pria, lantas ia mengambil semua barang-barang yang ada di atas ranjang dan langsung melempar mereka ke Lantai. Lantai langsung terlihat sedih.
Perempuan berambut panjang dan berbadan itu berbaring di atas ranjang.
“Take me, now.”
Pria yang ada di depannya tersenyum dan langsung menindih badan perempuan langsing itu. Pria berjenggot tipi situ dengan lahap menghajar bibir perempuan. Si perempuan hanya mendesah saja. Tiada ampun si pria terus menghajar.
Lantas mereka menanggalkan semua baju mereka.
“Ah, kok suka amat sih main-main,” kata Meja.
“Aku berani bertaruh, Meja. Seperti biasanya, mereka pasti dalam keadaan mabuk. Aku yakin setelah ini mereka nyimeng bersama,” kata Lemari.
“Ah, sepertinya tidak. Kali mereka berbeda, lebih serius, lebih ada rasa cinta sepertinya. Coba lihat lembut sekali permainannya,” kata Meja.
“Cinta apanya? Lihat saja, gaya permainannya tak seperti biasanya kok. Sepertinya mereka ingin mencoba variasi. Aku juga yakin mereka hanya main-main,” kata Cermin.
Si perempuan itu terus mendesah dengan keras, “Fuck me!”
Meja, Lemari, Cermin, Lantai dan Ranjang tak kuasa mendengar suara yang sesungguhnya biasa mereka dengar. Barangkali meraka bosan karena teriakan dan desahannya selalu sama.
Selang beberapa lama kemudian, mereka berdua lemas terbaring di atas ranjang.
“Wah, sialan. Mereka melakukannya dengan cinta. Coba lihat, si pria muncrat di dalam,” kata Cermin.
“Apa aku bilang. Kali ini mereka serius. Dengan cinta,” kata Meja.
“Ah, iya. Sepertinya sekarang mereka tak main-main,” kata Lemari.
“Wah, aku kira mereka serius. Lihat, bukan muncrat dalam vagina. Melainkan dalam mulut,” kata Cermin.
“Apa?!” kata Meja dan Lemari. “Sudah gila ya mereka.”
Si perempuan terlihat letih. Tapi lantas ia bangkit mengambil tisu dan membersihkan cairan yang ada di atas wajahnya.
Keduanya memakai kembali pakainnya masing-masing.
“Kamu lelah?” tanya si pria.
“Tentu.”
Suara adzan maghrib terdengar. Mereka berdua diam mendengarkan adzan, dan selalu menjawabnya. Adzan selesai, dan mereka membaca doa.
“Shalat jamaah yuk,” ajak si pria.
“Ayuk.”
Mereka berdua ke luar kamar untuk mengambil wudhu. Si pria menyalakn kran dan berwudhu. Lantas ganti si perempuan yang berwudhu. Keduanya bercanda dengan mencoba memegang tangan lainnya setelah selesai wudhu, menandakan batalnya wudhu.
Mereka kembali masuk kamar. Si pria mengambil kopiah dari tasnya dan memakainya. Si perempuan mengambil mukena dan sejadah yang tadi dibuangnya. Ia memakainya lantas bercermin. Ia terlihat lebih cantik ketika memakai mukena.
Meja, Lemari, Cermin, Lantai dan Ranjang diam membisu. Si pria dan si perempuan terlihat khusyuk.
“Coba tebak, kali ini mereka serius atau main-main?” tanya Cermin.
Jember, 27 Mei 2012

Aditya Prahara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar