Lemari
itu sudah lebih dari 50 tahun ada di kamar kos ini. Bisa dilihat dari bentuk
dan terlihat kuno. Ada sedikit pahatan di ujungnya. Debu menempel deras di
sana. Menandakan sang pemilik kamar jarang membersihkannya. Entah tak peduli
atau tak sempat, yang jelas dengan debu yang menemaninya di sana, itu akan
membuat Lemari itu semakin kuno.
Di
sebelah Lemari terdapat sebuah Cermin besar yang dipasang di dinding. Cermin
itu selalu menemani pemiliknya ketika bersolek. Si Cermin terlihat jauh lebih
bersih dibanding si Lemari. Menandakan pemiliknya amat peduli dengan si Cermin.
Bahkan terdapat beberapa hiasan berwarna merah jambu agar terlihat lebih
feminim.
Di
ujung kamar, di sebelah pojok terdapat sebuah Meja. Di atasnya terbaring
beberapa buku yang sedikit kumal. Buku-buku nampak seperti buku bekas, dari
tampangnya. Bila dibuka pasti ada halaman yang robek atau kucel.
Di
sebelah Meja, terdapat sebuah ranjang empuk yang nyaman. Sprei bergambar Teddy, amat cantik dan pas. Di atas
ranjang empuk ini, si pemilik bebas berbuat apa saja. Terlihat dari beberapa
barang yang ada di atasnya terletak tak keruan. Di pojok ranjang, terdapat
sebuah sejadah dan sebuah mukena. Di ujung lain terdapat baju-baju yang tak
dilipat.
Lantai
kamar ini juga terlihat muram dengan jarang disapunya. Ada beberapa lembar
kertas yang tercecer di sana. Kamar ini memang terlihat mirip kapal perompak
yang dibajak. Porak poranda. Barang-barangnya tercecer ke sana ke mari. Kecuali
Cermin besar tadi yang senantiasa dirawat.
“Ah,
aku amat kesal dengan pemilik kamar ini. Kita tak diurus dengan baik gini. Aku
dibiarkannya kotor begini,” kata si Lemari.
“Jangankan
kau, Lemari, aku adalah tempatnya belajar. Di sering menulis di sini. Tapi
dibiarkannya aku berantakan dengan buku-buku bekas ini,” kata Meja.
“Makanya
jadilah Cermin macam aku. Kalian akan dirawat dengan baik,” kata Cermin.
“Kau
cuma beruntung saja, Cermin. Dia memang suka bersolek, jadi ya wajar bila kau
dirawatnya,” kata Lemari.
“Alah,
ia juga suka menulis, mengapa aku dibiarkan kotor begini?” kata Meja. Lemari
dan Cermin tak menjawab. Ranjang dan buku hendak bicara, tapi, tiba-tiba handle pintu bergerak dan pintu
terdorong masuk. Masuklah seorang pemudi dan seorang pemudi memakai rok dan
celana abu-abu yang lengket berjalan masuk ke kamar sambil menautkan bibir
mereka.
“Aku
berani bertaruh, mereka hendak main-main lagi,” kata Lemari.
Ranjang
terlihat bahagia karena pasti ia akan dibersihkan.
Perempuan
muda itu melepas bibirnya dari bibir si pria. Ia tersenyum pada si pria, lantas
ia mengambil semua barang-barang yang ada di atas ranjang dan langsung melempar
mereka ke Lantai. Lantai langsung terlihat sedih.
Perempuan
berambut panjang dan berbadan itu berbaring di atas ranjang.
“Take
me, now.”
Pria
yang ada di depannya tersenyum dan langsung menindih badan perempuan langsing
itu. Pria berjenggot tipi situ dengan lahap menghajar bibir perempuan. Si
perempuan hanya mendesah saja. Tiada ampun si pria terus menghajar.
Lantas
mereka menanggalkan semua baju mereka.
“Ah,
kok suka amat sih main-main,” kata Meja.
“Aku
berani bertaruh, Meja. Seperti biasanya, mereka pasti dalam keadaan mabuk. Aku
yakin setelah ini mereka nyimeng bersama,” kata Lemari.
“Ah,
sepertinya tidak. Kali mereka berbeda, lebih serius, lebih ada rasa cinta
sepertinya. Coba lihat lembut sekali permainannya,” kata Meja.
“Cinta
apanya? Lihat saja, gaya permainannya tak seperti biasanya kok. Sepertinya
mereka ingin mencoba variasi. Aku juga yakin mereka hanya main-main,” kata
Cermin.
Si
perempuan itu terus mendesah dengan keras, “Fuck me!”
Meja,
Lemari, Cermin, Lantai dan Ranjang tak kuasa mendengar suara yang sesungguhnya
biasa mereka dengar. Barangkali meraka bosan karena teriakan dan desahannya
selalu sama.
Selang
beberapa lama kemudian, mereka berdua lemas terbaring di atas ranjang.
“Wah,
sialan. Mereka melakukannya dengan cinta. Coba lihat, si pria muncrat di
dalam,” kata Cermin.
“Apa
aku bilang. Kali ini mereka serius. Dengan cinta,” kata Meja.
“Ah,
iya. Sepertinya sekarang mereka tak main-main,” kata Lemari.
“Wah,
aku kira mereka serius. Lihat, bukan muncrat dalam vagina. Melainkan dalam
mulut,” kata Cermin.
“Apa?!”
kata Meja dan Lemari. “Sudah gila ya mereka.”
Si
perempuan terlihat letih. Tapi lantas ia bangkit mengambil tisu dan membersihkan
cairan yang ada di atas wajahnya.
Keduanya
memakai kembali pakainnya masing-masing.
“Kamu
lelah?” tanya si pria.
“Tentu.”
Suara
adzan maghrib terdengar. Mereka berdua diam mendengarkan adzan, dan selalu
menjawabnya. Adzan selesai, dan mereka membaca doa.
“Shalat
jamaah yuk,” ajak si pria.
“Ayuk.”
Mereka
berdua ke luar kamar untuk mengambil wudhu. Si pria menyalakn kran dan
berwudhu. Lantas ganti si perempuan yang berwudhu. Keduanya bercanda dengan
mencoba memegang tangan lainnya setelah selesai wudhu, menandakan batalnya
wudhu.
Mereka
kembali masuk kamar. Si pria mengambil kopiah dari tasnya dan memakainya. Si
perempuan mengambil mukena dan sejadah yang tadi dibuangnya. Ia memakainya
lantas bercermin. Ia terlihat lebih cantik ketika memakai mukena.
Meja,
Lemari, Cermin, Lantai dan Ranjang diam membisu. Si pria dan si perempuan
terlihat khusyuk.
“Coba
tebak, kali ini mereka serius atau main-main?” tanya Cermin.
Jember,
27 Mei 2012
Aditya
Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar