Aku benar-benar sedih sekarang.
Baru saja, aku menyatakan cinta padanya dan aku ditolak. Aku menangis
tersedu-sedu di depannya. Tapi hati kecilku berkata:
“Ah, bodoh sekali kau, Adit.
Sebagai seorang terpelajar, kau seharusnya mengambil satu kerugian saja.
Pertama, kau memang ditolak. Jadi, biarlah kalau ditolak. Kedua, mengapa pula
kau menangis jika ditolak? Satu saja sudah cukup. Pilihlah satu kerugian.
Jangan serakah. Apa kau hendak menjadi koruptor?”
Lebih baik aku tak usah menangis.
Tapi, tiba-tiba dia berujar padaku.
“Janganlah kau menangis, Dit. Kalau
macam ini, aku mau jadi kekasihmu. Tapi, jangan menangis lagi.”
Ya, Tuhan, jadi aku harus menangis
dulu baru diterima?
Jember, 22 Juni 2011
Aditya Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar