Akhir-akhir
makin banyak saja produk makanan dengan nama yang aneh. Nama aneh itu bukan
akan membuat pembeli merasa jijik atau apa, melainkan akan membuat pembeli
tertarik untuk membeli. Ini salah satu taktik wirausaha untuk dapat menarik perhatian
pembeli.
Dengan
fenomena ini (muncul banyak wirausahawan) maka semakin beragam dan aneh nama
sebah produk. Nantinya mungkin akan muncul pepatah: “Semakin aneh kau bikin
nama, semakin besar kau punya pangsa”. Wah, asyik nggak tuh?
Teman-temanku
di sekolah juga banyak yang berwirausaha lho. Untuk menambah uang saku, jawab
salah satu di antara mereka. Nah, aku punya cerita asyik tentang nama aneh atau
wirausaha ini. Check this out!
Saat,
itu hari sabtu. Ya, hari sabtu. Sepulang sekolah aku berkumpul dengan
teman-teman nongkrongku di depan sekolah. Beberapa temanku yang ada di situ
adalah Jack, Emmoo, Ahong, Dandy dan Fikri. Kami berenam. Awalnya
ngobrol-ngobrol biasa. Terus memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan, karena
seharian tidak ada pelajaran. Kutaksir Bapak dan Ibu Guru yang terhormat agak
malas mengajar di hari sabtu. Tiba-tiba Fikri Tanya pada Dandy. Percakapan kami
dalam Bahasa Jawa, kuterjemahkan ke Bahasa Indonesia saja ya.
“Dan,
kamu tahu es coret?”
“Wah,
enak banget tuh, Fik,” jawab Dandy.
“Bener?
Kayak gimana rasanya?” tanya Fikri.
“Ya,
kayak es oyen itu.”
Aku
hanya diam mendengar percakapan mereka. Kami lalu mengobrol lagi. Karena merasa
jenuh, Ahong pun angkat bicara.
“Cuk,
aku jalan-jalan. Masak sedari tadi kita di sini terus,” kata Ahong.
“Mau
ke mana?” tanya Jack.
“Terserah.”
Kami
pun terdiam. Aku melihat Jack sedang termenung (esih). “Oke, aku traktir es
coret, cuk. Gimana?” tanya Jack.
Kami
semua mengangguk, mengingat Jack banyak duit.
Dalam
hati aku bertanya-tanya, di mana tempat beli es coret. Jack yang memimpin
rombongan dengan mengendarai motor masing-masing, kulihat arah jalan yang akan
dituju adalah kampus. Maka aku menyimpulkan pasti es coret ada di kampus.
Pelan-pelan kami nikmati perjalanan untuk mencapai es coret. Tapi ketika lewat
jalan Jawa di kampus, Jack tidak berhenti.
Anehnya sewaktu melewati bundaran DPR, Jack terus jalan lurus ke Jalan
Bengawan Solo. Terus lewat SMP 2, sampai akhirnya ke kiri dan sampailah di
alun-alun. Jack memarkir motornya di tempat parkir yang di keliling pohon
kelapa sawit di depan Masjid Jami’. Kami semua mengikutinya. Setelah selesai
memarkir motor, ia duduk di atas motornya itu. Aku juga duduk di atas motorku.
Kusapu semua pandanganku, di mana es coret berada. Tapi tak ada.
“Dit,
pesankan es coret untuk kita berenam,” kata Dandy.
“Di
mana, cuk?” tanyaku.
“Itu
lho.” Ia menunjuk sebuah arah.
“Mana?”
tanyaku lagi.
“Itu.”
Tahukah kau apa yang kudapati. Sebuah tanda lalu lintas dengan papan bundar dan
di tengahnya terdapat huruf S berwarna merah dengan coretan miring berwarna
senada. Aku masih bingung.
Tapi
semua temanku tertawa. “Jancuk!” umpatku dalam hati. Semua dikerjai oleh Jack.
Jember,
19 Februari 2012
Aditya
Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar