Selasa, 19 November 2013

Es Coret


Akhir-akhir makin banyak saja produk makanan dengan nama yang aneh. Nama aneh itu bukan akan membuat pembeli merasa jijik atau apa, melainkan akan membuat pembeli tertarik untuk membeli. Ini salah satu taktik wirausaha untuk dapat menarik perhatian pembeli.

Dengan fenomena ini (muncul banyak wirausahawan) maka semakin beragam dan aneh nama sebah produk. Nantinya mungkin akan muncul pepatah: “Semakin aneh kau bikin nama, semakin besar kau punya pangsa”. Wah, asyik nggak tuh?

Teman-temanku di sekolah juga banyak yang berwirausaha lho. Untuk menambah uang saku, jawab salah satu di antara mereka. Nah, aku punya cerita asyik tentang nama aneh atau wirausaha ini. Check this out!

Saat, itu hari sabtu. Ya, hari sabtu. Sepulang sekolah aku berkumpul dengan teman-teman nongkrongku di depan sekolah. Beberapa temanku yang ada di situ adalah Jack, Emmoo, Ahong, Dandy dan Fikri. Kami berenam. Awalnya ngobrol-ngobrol biasa. Terus memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan, karena seharian tidak ada pelajaran. Kutaksir Bapak dan Ibu Guru yang terhormat agak malas mengajar di hari sabtu. Tiba-tiba Fikri Tanya pada Dandy. Percakapan kami dalam Bahasa Jawa, kuterjemahkan ke Bahasa Indonesia saja ya.

“Dan, kamu tahu es coret?”

“Wah, enak banget tuh, Fik,” jawab Dandy.

“Bener? Kayak gimana rasanya?” tanya Fikri.

“Ya, kayak es oyen itu.”

Aku hanya diam mendengar percakapan mereka. Kami lalu mengobrol lagi. Karena merasa jenuh, Ahong pun angkat bicara.

“Cuk, aku jalan-jalan. Masak sedari tadi kita di sini terus,” kata Ahong.

“Mau ke mana?” tanya Jack.

“Terserah.”

Kami pun terdiam. Aku melihat Jack sedang termenung (esih). “Oke, aku traktir es coret, cuk. Gimana?” tanya Jack.

Kami semua mengangguk, mengingat Jack banyak duit.

Dalam hati aku bertanya-tanya, di mana tempat beli es coret. Jack yang memimpin rombongan dengan mengendarai motor masing-masing, kulihat arah jalan yang akan dituju adalah kampus. Maka aku menyimpulkan pasti es coret ada di kampus. Pelan-pelan kami nikmati perjalanan untuk mencapai es coret. Tapi ketika lewat jalan Jawa di kampus, Jack tidak berhenti.  Anehnya sewaktu melewati bundaran DPR, Jack terus jalan lurus ke Jalan Bengawan Solo. Terus lewat SMP 2, sampai akhirnya ke kiri dan sampailah di alun-alun. Jack memarkir motornya di tempat parkir yang di keliling pohon kelapa sawit di depan Masjid Jami’. Kami semua mengikutinya. Setelah selesai memarkir motor, ia duduk di atas motornya itu. Aku juga duduk di atas motorku. Kusapu semua pandanganku, di mana es coret berada. Tapi tak ada.

“Dit, pesankan es coret untuk kita berenam,” kata Dandy.

“Di mana, cuk?” tanyaku.

“Itu lho.” Ia menunjuk sebuah arah.

“Mana?” tanyaku lagi.

“Itu.” Tahukah kau apa yang kudapati. Sebuah tanda lalu lintas dengan papan bundar dan di tengahnya terdapat huruf S berwarna merah dengan coretan miring berwarna senada. Aku masih bingung.
Tapi semua temanku tertawa. “Jancuk!” umpatku dalam hati. Semua dikerjai oleh Jack.

Jember, 19 Februari 2012

Aditya Prahara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar