Pagi ini, kita berangkat sekolah
bersama. Kau minta berangkat bersama. Padahal sekolah kita berbeda. Sekolahku
nun jauh di selatan dan sekolahmu nun jauh di utara. Tapi kulakukan itu demi
dirimu, gadisku.
Ketika, sampai sekolahmu, banyak
yang melirik kita. Kita seperti Edward Cullen dan Isabella Swan rupanya. Kau
pun tersenyum malu-malu ketika banyak yang melirik kita. Ah, biarlah.
Kusampaikan padamu aku akan
bertanding sepakbola hari ini. Kubilang padamu dan kutawari kau untuk menonton
pertandinganku. Kau menerima. Ah, kau memang selalu mendukungku, gadisku.
Kita berangkat bersama. Begitu
sampai, teman-temanku meneriakiku. Mereka bilang, “Chie chie.” Aku tak tahu
maknanya. Memangnya kita baru jadian ya, gadisku? Ah, iya, baru kemarin kita
jadian.
Ketika aku bermain, tak
henti-hentinya kau meneriaki dan memberiku semangat. Aku semakin cinta padamu,
gadisku. Semakin semangat pula, gadisku. Ketika pertandingan usai, kau orang
pertama yang memberiku minum. Kau terus memandangi wajahku yang basah akan
keringat ini. Lalu kita duduk bersandar di bawah pohon. Tapi duduk kita
berjarak. Kupeluk pundakmu. Tapi kau menghindar.
“Kenapa menghindar?”
“Kau bau.” Tertawalah kau. “Hanya
bercanda, ksatriaku.” Kau memeluk pundakku dan mencium pipi kananku.
“Ksatriaku, cinta itu tidak peduli bau atau tidak kan? Walaupun kau bau
keringat, aku tetap cinta padamu.”
Kucium keningmu. Dan kau tersenyum
malu.
Ambulu, 18 Juni 2011
Aditya Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar