Pagi ini saya menjalani aktifitas seperti biasa yang saya lakukan di hari minggu.
Istirahat dan baca-baca. Ketika sedang membaca berita di sebuah media daring,
saya teringat bahwa kemarin (7/3) saya membeli “Harian Bola” dan belum saya
baca. Saya pun membaca satu per satu setiap berita sepak bola yang disuguhkan
oleh koran yang diterbitkan oleh Kompas Gramedia tersebut.
Saya
baru tahu kalau ternyata Harian Bola terbit sekali saja di akhir pekan.
Maksudnya, Harian Bola terbit pada hari Sabtu, dan Minggunya libur. Ini
tertulis pada sudut kanan atas setiap lembar yang menyebutkan “Sabtu-Minggu”.
Kembali
saya ulangi membaca setiap berita olah raga satu per satu. Lebih banyak berita
kadaluarsa sih bagi saya, karena ini sudah hari minggu. Sampai halaman enam, di
rubrik Sepak Bola Inggris, saya mulai bosan. Akhirnya saya langsung menuju
halam Opini dan Interaksi. Tulisan pertama adalah Notasi Redaksi yang beberapa
hari ini mengabarkan perayaan hari ulang tahun Harian Bola yang ke 31—selamat
ulang tahun, Harian Bola.
Lalu
mata saya mengarah ke rubrik Forum Pembaca. Tulisan pertama berjudul “Perang
Ludah Memalukan” ditulis oleh Heru Priambodo. Wah, seperti tulisan saya ini. Pada
hari Jumat (6/3) dinihari, saya memang mem-posting tulisan d Kompasiana. Judul
tulisan itu adalah “Memalukan, Perang Ludah di EPL”. Wah, ternyata judulnya
hampir mirip. Saya pun tertarik untuk membaca.
Paragaraf
pertama dibuka dengan cukup santai dan to-the-point.
Paragraf kedua mengarah kepada pendapat tidak terpuji yang dilakukan oleh Evans
dan Cisse. Namun sampai paragraf ketiga, saya terkejut bukan kepalang. Dan
paragraf berikutnya ini membuat saya kesal. Paragraf ketiga ini benar-benar
mirip dengan salah paragraf di tulisan saya. Penasaran, akhirnya saya coba
untuk memeriksanya dengan membuka tulisan saya di Kompasiana. Ternyata betul!
Satu paragraf penuh mirip tulisan saya. Mulai dari tanda baca, sampai pemilihan
kata betul-betul persis!
Saya lanjutkan dengan Paragraf keempat, ternyata juga
demikian. Meskipun tidak mirip, paragraf keempat saya curigai juga meniru
tulisan saya namun disunting oleh si penulis asal Tambun ini. Tak berhenti
sampai di situ, paragraf kelima—paragraf terakhir, juga mengandung unsur
plagiasi. Tedapat dua kalimat dalam paragraf terakhir ini, dan kalimat pertama
juga sangat mirip dengan tulisan saya. Edan!
Yang
saya sayangkan adalah ketika seseorang sudah jelas mengutip atau bahkan meniru
tulisan orang lain namun, tidak mencamtumkan sumbernya. Memang si Heru itu,
tidak mungkin menyebutkan sumber tulisannya itu, karena jelas akan ditolak oleh
admin Harian Bola. Lha wong lebih
dari separuh tulisannya mirip tulisan saya kok. Belum lagi judul. Nah, judul
tulisannya juga persis tulisan saya. Dari sekian banyak kata yang bisa
dilakukan dengan mengotak-atik judul, kenapa ia persis menggunakan kata “Perang
Ludah” seperti yang saya tulis. Pun demikian pada kata “memalukan”, padahal
seorang penulis juga bisa menggantinya dengan “menjijikkan”.
Lalu
paragraf demi paragraf itu begitu mirip, kok bisa ya? Maksud saya, tidak
mungkin dua buah tulisan begitu mirip, kalau tidak salah satunya menjiplak.
Jadi, jelas-jelas salah satu dari kami menjiplak yang lainnya.
Dalam
menulis, saya menggunakan diksi yang tepat menurut saya. Bila ada ketidaktepatan
dalam tulisan saya, itu adalah cerminan dari saya sebagai seorang penulis. Dan
ternyata ia menirunya.
Saya
sangat menyayangkan dengan apa yang dilakukan oleh Heru Priambodo ini. Dia sudah
jelas melakukan plagiasi dengan menjiplak tulisan saya. Apa yang pembelaannya
bila saya bertemu dia dan langsung saya tuduh dia menjiplak tulisan saya? Sudah
jelas saya menulis dan menerbitkan tulisan ini Jumat dinihari. Dan tulisannya—si
Heru itu—terbit di hari Sabtu.
Saya
sendiri juga sering ketika menulis, saya mengutip dari beberapa berita dari
media daring. Saya pun terang-terangan menuliskan sumber dari kutipan saya
tersebut. Dan Heru? Apa yang dipikirkan Heru sehingga ia berani menjiplak
tulisan saya itu. Apakah dia tidak berfikir bahwa apa yang dilakukannya adalah
sebuah tindakan yang tidak baik. Belum lagi, kemungkinan dia tidak memikirkan
kalau dia bisa ketahuan. Dan memang terbukti, dia ketahuan menjiplak tulisan
orang, dan langsung dipergoki oleh orang itu sendiri.
Siapa
pun Heru Priambodo, saya ingin dia membaca tulisan saya ini. Lalu, jelaskan
pada saya, kenapa tulisannya meniru tulisan saya. Jika, sampai ia dapat uang
dari Harian Bola, maka akan lebih menyebalkan lagi. Bukan karena saya mengharap
uang, tapi seseoran telah meniru ide atau gagasan saya tanpa izin, dan ia
mendapat uang. Memanfaatkan ‘orang lain’ untuk uang, dan ‘orang lain’ itu tidak
mendapatkan uang bukankah itu melanggar kemanusiaan?
Tapi,
ada kemungkinan Heru tidak membaca tulisan saya ini. Bila demikian, apa mau
dikata? Koreksi bagi admin Harian Bola, mohon lebih teliti ketika menerbitkan
tulisan di halaman Opini dan Interaksi, karena bisa jadi tulisan itu menjiplak
tulisan orang lain. Ada kemungkinan, sebelum tulisan saya ini, ada juga tulisan
yang dikirim ke Harian Bola mengandung unsur plagiasi.
Saya
jadi berfikir, jangan-jangan bukan sekali ini tulisan saya dijiplak lantas
dikirim ke media cetak. Karena tulisan saya juga pernah dijiplak oleh sebuah media
daring olahraga. Yang membuat saya sedikit tenang adalah ia mencantumkan
sumbernya di mana.
Saya
berharap semoga, tidak ada lagi kasus semacam ini menimpa orang lain—impossible, meski pasti akan selalu
terjadi.
Surabaya,
8 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar