Minggu, 08 Maret 2015

Seseorang Menjiplak Tulisan Saya di Harian Bola


Pagi ini saya menjalani aktifitas seperti biasa yang saya lakukan di hari minggu. Istirahat dan baca-baca. Ketika sedang membaca berita di sebuah media daring, saya teringat bahwa kemarin (7/3) saya membeli “Harian Bola” dan belum saya baca. Saya pun membaca satu per satu setiap berita sepak bola yang disuguhkan oleh koran yang diterbitkan oleh Kompas Gramedia tersebut.

Saya baru tahu kalau ternyata Harian Bola terbit sekali saja di akhir pekan. Maksudnya, Harian Bola terbit pada hari Sabtu, dan Minggunya libur. Ini tertulis pada sudut kanan atas setiap lembar yang menyebutkan “Sabtu-Minggu”.

Kembali saya ulangi membaca setiap berita olah raga satu per satu. Lebih banyak berita kadaluarsa sih bagi saya, karena ini sudah hari minggu. Sampai halaman enam, di rubrik Sepak Bola Inggris, saya mulai bosan. Akhirnya saya langsung menuju halam Opini dan Interaksi. Tulisan pertama adalah Notasi Redaksi yang beberapa hari ini mengabarkan perayaan hari ulang tahun Harian Bola yang ke 31—selamat ulang tahun, Harian Bola.

Lalu mata saya mengarah ke rubrik Forum Pembaca. Tulisan pertama berjudul “Perang Ludah Memalukan” ditulis oleh Heru Priambodo. Wah, seperti tulisan saya ini. Pada hari Jumat (6/3) dinihari, saya memang mem-posting tulisan d Kompasiana. Judul tulisan itu adalah “Memalukan, Perang Ludah di EPL”. Wah, ternyata judulnya hampir mirip. Saya pun tertarik untuk membaca.


Paragaraf pertama dibuka dengan cukup santai dan to-the-point. Paragraf kedua mengarah kepada pendapat tidak terpuji yang dilakukan oleh Evans dan Cisse. Namun sampai paragraf ketiga, saya terkejut bukan kepalang. Dan paragraf berikutnya ini membuat saya kesal. Paragraf ketiga ini benar-benar mirip dengan salah paragraf di tulisan saya. Penasaran, akhirnya saya coba untuk memeriksanya dengan membuka tulisan saya di Kompasiana. Ternyata betul! Satu paragraf penuh mirip tulisan saya. Mulai dari tanda baca, sampai pemilihan kata betul-betul persis!


Saya lanjutkan dengan Paragraf keempat, ternyata juga demikian. Meskipun tidak mirip, paragraf keempat saya curigai juga meniru tulisan saya namun disunting oleh si penulis asal Tambun ini. Tak berhenti sampai di situ, paragraf kelima—paragraf terakhir, juga mengandung unsur plagiasi. Tedapat dua kalimat dalam paragraf terakhir ini, dan kalimat pertama juga sangat mirip dengan tulisan saya. Edan!


Yang saya sayangkan adalah ketika seseorang sudah jelas mengutip atau bahkan meniru tulisan orang lain namun, tidak mencamtumkan sumbernya. Memang si Heru itu, tidak mungkin menyebutkan sumber tulisannya itu, karena jelas akan ditolak oleh admin Harian Bola. Lha wong lebih dari separuh tulisannya mirip tulisan saya kok. Belum lagi judul. Nah, judul tulisannya juga persis tulisan saya. Dari sekian banyak kata yang bisa dilakukan dengan mengotak-atik judul, kenapa ia persis menggunakan kata “Perang Ludah” seperti yang saya tulis. Pun demikian pada kata “memalukan”, padahal seorang penulis juga bisa menggantinya dengan “menjijikkan”.

Lalu paragraf demi paragraf itu begitu mirip, kok bisa ya? Maksud saya, tidak mungkin dua buah tulisan begitu mirip, kalau tidak salah satunya menjiplak. Jadi, jelas-jelas salah satu dari kami menjiplak yang lainnya.

Dalam menulis, saya menggunakan diksi yang tepat menurut saya. Bila ada ketidaktepatan dalam tulisan saya, itu adalah cerminan dari saya sebagai seorang penulis. Dan ternyata ia menirunya.

Saya sangat menyayangkan dengan apa yang dilakukan oleh Heru Priambodo ini. Dia sudah jelas melakukan plagiasi dengan menjiplak tulisan saya. Apa yang pembelaannya bila saya bertemu dia dan langsung saya tuduh dia menjiplak tulisan saya? Sudah jelas saya menulis dan menerbitkan tulisan ini Jumat dinihari. Dan tulisannya—si Heru itu—terbit di hari Sabtu.

Saya sendiri juga sering ketika menulis, saya mengutip dari beberapa berita dari media daring. Saya pun terang-terangan menuliskan sumber dari kutipan saya tersebut. Dan Heru? Apa yang dipikirkan Heru sehingga ia berani menjiplak tulisan saya itu. Apakah dia tidak berfikir bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah tindakan yang tidak baik. Belum lagi, kemungkinan dia tidak memikirkan kalau dia bisa ketahuan. Dan memang terbukti, dia ketahuan menjiplak tulisan orang, dan langsung dipergoki oleh orang itu sendiri.

Siapa pun Heru Priambodo, saya ingin dia membaca tulisan saya ini. Lalu, jelaskan pada saya, kenapa tulisannya meniru tulisan saya. Jika, sampai ia dapat uang dari Harian Bola, maka akan lebih menyebalkan lagi. Bukan karena saya mengharap uang, tapi seseoran telah meniru ide atau gagasan saya tanpa izin, dan ia mendapat uang. Memanfaatkan ‘orang lain’ untuk uang, dan ‘orang lain’ itu tidak mendapatkan uang bukankah itu melanggar kemanusiaan?

Tapi, ada kemungkinan Heru tidak membaca tulisan saya ini. Bila demikian, apa mau dikata? Koreksi bagi admin Harian Bola, mohon lebih teliti ketika menerbitkan tulisan di halaman Opini dan Interaksi, karena bisa jadi tulisan itu menjiplak tulisan orang lain. Ada kemungkinan, sebelum tulisan saya ini, ada juga tulisan yang dikirim ke Harian Bola mengandung unsur plagiasi.

Saya jadi berfikir, jangan-jangan bukan sekali ini tulisan saya dijiplak lantas dikirim ke media cetak. Karena tulisan saya juga pernah dijiplak oleh sebuah media daring olahraga. Yang membuat saya sedikit tenang adalah ia mencantumkan sumbernya di mana.

Saya berharap semoga, tidak ada lagi kasus semacam ini menimpa orang lain—impossible, meski pasti akan selalu terjadi.


Surabaya, 8 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar