Aku masih ingat betul, kamu.
Ibu mengabarkan kepadaku bahwa ia sedang mengandung. Aku hampir setiap hari
mengusap perut Ibu. Kamu yang ada di dalam sana telah kami tunggu-tunggu. Aku
pun tak sabar untuk menjadi seorang kakak. Aku sudah tidak kuasa menunggu-menunggu
kelahiran seorang adik.
Aku masih ingat betul,
kamu. Ibu melahirkanmu di sebuah rumah bersalin. Tangisanmu yang keras
terdengar sampai ke telingaku. Aku menghampiri perempuan yang baru saja
melahirkanmu dan bertanya, “Lanang opo
wedok, Bu?”
“Wedok,
Le,” jawab Ibu.
“Lho,
kok gak enek suwenge?” tanyaku polos kala itu. Ibu hanya
tersenyum mendengar celotehanku. Dan seseorang yang aku taksir bidan yang
membantumu menengok dunia ini menggapaimu. Ia berkata bahwa telingmu hendak dipasangi
sepasang giwang. Kamu menangis ketika benda asing itu hinggap di telingamu.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kamu adalah bayi kecil yang tak berdaya. Setiap saat menangis entah karena
lapar atau udara yang belum dapat kamu sesuaikan. Aku mencium pipimu. Aku
sangat menyayangimu.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kamu yang masih mungil itu sakit dan harus di opname. Ayah dan Ibu mengkhawatirkan
keadaanmu. Aku menjengukmu di rumah sakit. Aku melihat kamu tak berdaya. Aku
menangis melihat hidungmu dimasuki dua selang yang mungkin menyakitkanmu. Lenganmu
pun tak luput dari selang juga. Lantas kamu turut pula menangis. Syukurlah,
akhirnya kamu bisa sembuh dan tak harus berurusan dengan benda-benda asing di
rumah sakit yang jelas mengganggumu itu.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kamu mulai belajar berjalan. Kamu pergi ke sana ke mari. Tak jarang kamu
menggangguku yang sedang bermain. Terkadang aku merasa sebal, namun aku tahu
karena kamu belum tahu. Pipimu yang senantiasia melahirkan senyuman manis itu
seringkali ku cium.
Aku masih ingat betul,
kamu. Di ulang tahun keempatmu itu kamu memakai gaun yang indah. Rambutmu yang
sebahu mempercantik penampilanmu. Celotehmu membuat Ayah dan Ibu tertawa. Nyanyianmu
dengan suara yang kecil membuat kami tersenyum. Lantas kamu mulai menebak satu
per satu tokoh dalam Keluarga Bobo yang posternya aku tempelkan di tembok. Kamu
bisa menyebutkan semua tokohnya. Rupanya kamu juga ikut membaca majalah yang
aku baca, kamu. Kami senang denganmu.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kala ada pentas di TK tempatmu bermain dan belajar, kamu tampil menari jaran kepang. Kamu satu-satu perempuan
di barisan para penari jaran kepang itu,
kamu. Kumis-kumisan juga menempal di antara hidung dan bibirmu. Aku tertawa
melihat penampilanmu. Kamu dan teman-temanmu itu pun mulai menari. Dan
ketidakhafalanmu pada tarian itu membuat kami yang menontonnya terhibur.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kamu mulai masuk Sekolah Dasar. Baju seragam baru menghiasi tubuhmu.
Menghitung, membaca, dan menulis yang sudah kamu bisai sebelumnya dan kini
mulai kamu dalami. Beberapa kali kamu bertanya tentang beberapa pelajaran yang
belum kamu bisa. Kamu telihat bersemangat belajar di sana.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kelas 3 SD, kamu selalu menonton TV terlampau dekat. Sering kali kamu
membaca sambil tiduran. Kamu yang kecil itu memang agak susah dinasehati. Lantas
kamu mengeluhkan penglihatanmu yang kurang jelas. Lantas kelas 4 SD kamu mulai
bermata empat. Kamu senang menyandangnya. Kamu bilang itu bisa mempercantikmu.
Aku masih ingat betul,
kamu. Aku pernah berkata padamu bahwa di sekolahku ada banyak siswi yang
memakai jilbab meski sekolahku bukan sekolah berbasis agama. Kamu pun mulai
berfikir bahwa di sekolahmu yang tak berbasis agama pula juga ada seorang siswi
yang memakai jilbab. Akhirnya pada kelas 5 SD, kamu memustuskan untuk memakai
jilbab. Kamu pun menjadi memiliki penampilan yang berbeda dibanding dengan
teman-temanmu yang lain.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kelas 6 SD kamu mulai menyenangi beberapa boyband dan girlband.
Kamu menyanyikan lagu-lagu mereka. Kepandaianmu dalam Bahasa Inggris bisa
membantumu menyanyikan lagu-lagu asing itu. Kamu pun mulai memaksaku untuk
mengajarimu bermain gitar. Dan di kelas 6 SD ini, kamu pun lulus dengan nilai
yang memuaskan.
Aku masih ingat betul,
kamu. Kamu masuk SMP tempatku belajar dulu. Kamu pun masuk ke kelas unggulan
sepertiku dulu. Dengan kepandaianmu itu kamu pun mudah dikenali oleh guru-guru.
Berbagai lomba telah kamu ikuti. Beberapa dapat kamu menangi. Kamu mulai sibuk
dengan organisasimu. Kamu mulai sibuk pula dengan kegiatan ekskulmu. Kamu
terlihat menikmati aktifitasmu.
Aku masih ingat betul,
kamu. Di kelas 9 SMP, Kamu mulai menunjukkan kemampuanmu. Kamu juga mencoba
kebolehan dalam stand up comedy. Kamu
mulai sibuk belajar untuk mempersiapkan ujianmu. Kamu mulai banyak membaca
buku. Kamu semakin banyak berkecimpung di laptopmu. Instagram, Twitter, Facebook, dan yang lainnya telah akrab
bersamamu. Aku sangat menyanyangimu, kamu. Aku sangat mencintaimu, kamu. Aku
sangat merindukanmu kamu. Namun, kamu harus pergi.
Aku masih ingat betul
kamu.*)
*) untuk kamu yang sudah tenang di sana
Surabaya, 10
Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar