Selasa, 10 Maret 2015

Aku Masih Ingat Betul, Kamu

Aku masih ingat betul, kamu. Ibu mengabarkan kepadaku bahwa ia sedang mengandung. Aku hampir setiap hari mengusap perut Ibu. Kamu yang ada di dalam sana telah kami tunggu-tunggu. Aku pun tak sabar untuk menjadi seorang kakak. Aku sudah tidak kuasa menunggu-menunggu kelahiran seorang adik.

Aku masih ingat betul, kamu. Ibu melahirkanmu di sebuah rumah bersalin. Tangisanmu yang keras terdengar sampai ke telingaku. Aku menghampiri perempuan yang baru saja melahirkanmu dan bertanya, “Lanang opo wedok, Bu?”

“Wedok, Le,” jawab Ibu.

“Lho, kok gak enek suwenge?” tanyaku polos kala itu. Ibu hanya tersenyum mendengar celotehanku. Dan seseorang yang aku taksir bidan yang membantumu menengok dunia ini menggapaimu. Ia berkata bahwa telingmu hendak dipasangi sepasang giwang. Kamu menangis ketika benda asing itu hinggap di telingamu.

Aku masih ingat betul, kamu. Kamu adalah bayi kecil yang tak berdaya. Setiap saat menangis entah karena lapar atau udara yang belum dapat kamu sesuaikan. Aku mencium pipimu. Aku sangat menyayangimu.

Aku masih ingat betul, kamu. Kamu yang masih mungil itu sakit dan harus di opname. Ayah dan Ibu mengkhawatirkan keadaanmu. Aku menjengukmu di rumah sakit. Aku melihat kamu tak berdaya. Aku menangis melihat hidungmu dimasuki dua selang yang mungkin menyakitkanmu. Lenganmu pun tak luput dari selang juga. Lantas kamu turut pula menangis. Syukurlah, akhirnya kamu bisa sembuh dan tak harus berurusan dengan benda-benda asing di rumah sakit yang jelas mengganggumu itu.

Aku masih ingat betul, kamu. Kamu mulai belajar berjalan. Kamu pergi ke sana ke mari. Tak jarang kamu menggangguku yang sedang bermain. Terkadang aku merasa sebal, namun aku tahu karena kamu belum tahu. Pipimu yang senantiasia melahirkan senyuman manis itu seringkali ku cium.

Aku masih ingat betul, kamu. Di ulang tahun keempatmu itu kamu memakai gaun yang indah. Rambutmu yang sebahu mempercantik penampilanmu. Celotehmu membuat Ayah dan Ibu tertawa. Nyanyianmu dengan suara yang kecil membuat kami tersenyum. Lantas kamu mulai menebak satu per satu tokoh dalam Keluarga Bobo yang posternya aku tempelkan di tembok. Kamu bisa menyebutkan semua tokohnya. Rupanya kamu juga ikut membaca majalah yang aku baca, kamu. Kami senang denganmu.

Aku masih ingat betul, kamu. Kala ada pentas di TK tempatmu bermain dan belajar, kamu tampil menari jaran kepang. Kamu satu-satu perempuan di barisan para penari jaran kepang itu, kamu. Kumis-kumisan juga menempal di antara hidung dan bibirmu. Aku tertawa melihat penampilanmu. Kamu dan teman-temanmu itu pun mulai menari. Dan ketidakhafalanmu pada tarian itu membuat kami yang menontonnya terhibur.

Aku masih ingat betul, kamu. Kamu mulai masuk Sekolah Dasar. Baju seragam baru menghiasi tubuhmu. Menghitung, membaca, dan menulis yang sudah kamu bisai sebelumnya dan kini mulai kamu dalami. Beberapa kali kamu bertanya tentang beberapa pelajaran yang belum kamu bisa. Kamu telihat bersemangat belajar di sana.

Aku masih ingat betul, kamu. Kelas 3 SD, kamu selalu menonton TV terlampau dekat. Sering kali kamu membaca sambil tiduran. Kamu yang kecil itu memang agak susah dinasehati. Lantas kamu mengeluhkan penglihatanmu yang kurang jelas. Lantas kelas 4 SD kamu mulai bermata empat. Kamu senang menyandangnya. Kamu bilang itu bisa mempercantikmu.

Aku masih ingat betul, kamu. Aku pernah berkata padamu bahwa di sekolahku ada banyak siswi yang memakai jilbab meski sekolahku bukan sekolah berbasis agama. Kamu pun mulai berfikir bahwa di sekolahmu yang tak berbasis agama pula juga ada seorang siswi yang memakai jilbab. Akhirnya pada kelas 5 SD, kamu memustuskan untuk memakai jilbab. Kamu pun menjadi memiliki penampilan yang berbeda dibanding dengan teman-temanmu yang lain.

Aku masih ingat betul, kamu. Kelas 6 SD kamu mulai menyenangi beberapa boyband dan girlband. Kamu menyanyikan lagu-lagu mereka. Kepandaianmu dalam Bahasa Inggris bisa membantumu menyanyikan lagu-lagu asing itu. Kamu pun mulai memaksaku untuk mengajarimu bermain gitar. Dan di kelas 6 SD ini, kamu pun lulus dengan nilai yang memuaskan.

Aku masih ingat betul, kamu. Kamu masuk SMP tempatku belajar dulu. Kamu pun masuk ke kelas unggulan sepertiku dulu. Dengan kepandaianmu itu kamu pun mudah dikenali oleh guru-guru. Berbagai lomba telah kamu ikuti. Beberapa dapat kamu menangi. Kamu mulai sibuk dengan organisasimu. Kamu mulai sibuk pula dengan kegiatan ekskulmu. Kamu terlihat menikmati aktifitasmu.

Aku masih ingat betul, kamu. Di kelas 9 SMP, Kamu mulai menunjukkan kemampuanmu. Kamu juga mencoba kebolehan dalam stand up comedy. Kamu mulai sibuk belajar untuk mempersiapkan ujianmu. Kamu mulai banyak membaca buku. Kamu semakin banyak berkecimpung di laptopmu. Instagram, Twitter, Facebook, dan yang lainnya telah akrab bersamamu. Aku sangat menyanyangimu, kamu. Aku sangat mencintaimu, kamu. Aku sangat merindukanmu kamu. Namun, kamu harus pergi.

Aku masih ingat betul kamu.*)

*) untuk kamu yang sudah tenang di sana


Surabaya, 10 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar