Setelah menemukan paket
bir, cokelat, dan kondom di Hari Valentine yang jatuh pada Sabtu (14/2) lalu,
Walikota Surabaya Tri Rismahrini melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian
melarang toko swalayan dan minimarket untuk menjual alat kontrasepsi kepada
pembeli yang belum menikah. Kebijakan ini dibuat untuk meminimalisir
penyalahgunaan kontrasepsi.
Larangan itu tertuang
dalam surat edaran bernomor 510/1353/436.6.11/2015 tentang pembatasan peredaran
alat kontrasepsi. Surat edaran itu sudah dikirim dan disosialisasikan kepada
semua manajemen swalayan dan minimarket yang ada di Surabaya dan berlaku secara
efektif sejak hari ini. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota
Surabaya Widodo Suryantoro menjelaskan, ada tiga poin penting dalam surat
edaran tersebut, antara lain:
1. Toko swalayan dan minimarket tidak diperbolehkan
menjual alat kontrasepsi seperti kondom dalam bentuk paket dengan barang
lainnya tanpa izin dari pemilik produk.
2. Penjualan alat kontrasepsi dilakukan
pada rak tertutup atau tidak mudah dijangkau oleh pembeli dan dilayani langsung
oleh penjaga toko atau oleh petugas kasir.
3. Toko swalayan dan minimarket dilarang
melayani pembeli yang belum dewasa (belum genap berusia 21 tahun) atau belum
pernah menikah.
"Ini juga salah
satu upaya untuk menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa Indonesia dan
menjaga anak-anak sebagai generasi penerus, juga dalam rangka meminimalisasi
dampak negatif penyalahgunaan alat kontrasepsi," ujar Widodo, Selasa
(17/2/2015) sebagaimana dilansir oleh kompas.com.
Solusi
Tepat?
Niat Bu Risma untuk
melarang kondom dijual secara bebas memang cukup baik. Jadi, pembeli kondom
hanyalah orang yang sudah menikah saja. Seks bebas di Surabaya memang sangat
merajalela. Saya sebagai mahasiswa yang sedang kuliah di Surabaya, tahu betul
bagaimana para remaja telah menjadi kontributor bagi kesuburan seks di luar
nikah. Kondom yang dijual secara dan bisa dibeli oleh siapa pun, tentu ini
menjadi peluang bagi pasangan muda-mudi maupun yang bukan pasangan untuk bisa
melakukan seks di luar nikah. Jadi, tujuan Bu Risma jelas, untuk mencegah
‘keinginan’ para pasangan muda-mudi yang belum menikah ini untuk tidak
melakukan seks di luar nikah.
Kalau memang bertujuan
demikian, apakah ini solusi yang tepat? Pasalnya pembatasan penjualan kondom
tidak akan menyurutkan hasrat dan nafsu seksual seseorang yang memang sudah kadung ‘kepengen’. Namanya orang lagi
pengen ‘begitu’ ya ‘begitu’ aja, tidak akan peduli sedang pakai kondom atau
tidak. Jadi, solusi ini memang kurang tepat dilakukan.
Akibat dari kebijakan
ini, justru dimanfaatkan oleh orang sudah menikah untuk berjualan kondom pada
mereka yang belum menikah. Nah, malah jadi penjualan secara terselebung kan?
Kayak narkoba aja.
Dengan lahirnya
kebijakan ini, kita seolah melupakan dampak dari perilaku seks di luar nikah,
yakni hamil di luar nikah. Dengan adanya pembatasan kondom dan masih maraknya
seks di luar nikah, ini malah akan meningkatkan angka hamil di luar nikah.
Lantas?
Menurut saya, masalah
seks di luar nikah tidak serta merta akan tuntas dengan lahirnya satu dua
kebijakan yang katanya diciptakan demi kebaikan. Kebijakan yang dibuat justru
seringkali melupakan hal lain yang terjadi setelah menangani masalah itu
sendiri. Menurut saya, Bu Risma seharusnya mulai memberlakukan pendidikan seks
di kalangan sekolah menengah. Pendidikan seks itu penting untuk diketahui bagi
para pelajar kita, karena selama ini seks seringkali dianggap sebagai hal yang
tabu. Ketidaktahuan seorang pelajar ini malah akan menimbulkan penasaran yang
berujurng pada ‘coba-coba’.
Secara tidak langsung,
tuduhan yang cukup serius dilakukan oleh Bu Risma terhadap kaum muda. Kebijakan
ini menganggap seolah pelaku seks di luar nikah hanyalah mereka yang belum
menikah. Padahal masih banyak ABG tua yang jauh lebih 'nakal'. Benarkan?
Jadi, kalau Bu Risma
ingin membatasi penjualan kondom bagi orang yang belum menikah untuk mengurangi
penyalahgunaan kondom, bagaimana kalau ada orang yang sudah menikah membeli
kondom untuk ‘main’ dengan bukan pasangannya?
Jember, 19
Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar