Kamis, 19 Februari 2015

Bu Risma Membatasi Penjualan Kondom


Setelah menemukan paket bir, cokelat, dan kondom di Hari Valentine yang jatuh pada Sabtu (14/2) lalu, Walikota Surabaya Tri Rismahrini melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian melarang toko swalayan dan minimarket untuk menjual alat kontrasepsi kepada pembeli yang belum menikah. Kebijakan ini dibuat untuk meminimalisir penyalahgunaan kontrasepsi.

Larangan itu tertuang dalam surat edaran bernomor 510/1353/436.6.11/2015 tentang pembatasan peredaran alat kontrasepsi. Surat edaran itu sudah dikirim dan disosialisasikan kepada semua manajemen swalayan dan minimarket yang ada di Surabaya dan berlaku secara efektif sejak hari ini. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Surabaya Widodo Suryantoro menjelaskan, ada tiga poin penting dalam surat edaran tersebut, antara lain:

1. Toko swalayan dan minimarket tidak diperbolehkan menjual alat kontrasepsi seperti kondom dalam bentuk paket dengan barang lainnya tanpa izin dari pemilik produk.

2. Penjualan alat kontrasepsi dilakukan pada rak tertutup atau tidak mudah dijangkau oleh pembeli dan dilayani langsung oleh penjaga toko atau oleh petugas kasir.

3. Toko swalayan dan minimarket dilarang melayani pembeli yang belum dewasa (belum genap berusia 21 tahun) atau belum pernah menikah.

"Ini juga salah satu upaya untuk menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa Indonesia dan menjaga anak-anak sebagai generasi penerus, juga dalam rangka meminimalisasi dampak negatif penyalahgunaan alat kontrasepsi," ujar Widodo, Selasa (17/2/2015) sebagaimana dilansir oleh kompas.com.

Solusi Tepat?

Niat Bu Risma untuk melarang kondom dijual secara bebas memang cukup baik. Jadi, pembeli kondom hanyalah orang yang sudah menikah saja. Seks bebas di Surabaya memang sangat merajalela. Saya sebagai mahasiswa yang sedang kuliah di Surabaya, tahu betul bagaimana para remaja telah menjadi kontributor bagi kesuburan seks di luar nikah. Kondom yang dijual secara dan bisa dibeli oleh siapa pun, tentu ini menjadi peluang bagi pasangan muda-mudi maupun yang bukan pasangan untuk bisa melakukan seks di luar nikah. Jadi, tujuan Bu Risma jelas, untuk mencegah ‘keinginan’ para pasangan muda-mudi yang belum menikah ini untuk tidak melakukan seks di luar nikah.

Kalau memang bertujuan demikian, apakah ini solusi yang tepat? Pasalnya pembatasan penjualan kondom tidak akan menyurutkan hasrat dan nafsu seksual seseorang yang memang sudah kadung ‘kepengen’. Namanya orang lagi pengen ‘begitu’ ya ‘begitu’ aja, tidak akan peduli sedang pakai kondom atau tidak. Jadi, solusi ini memang kurang tepat dilakukan.

Akibat dari kebijakan ini, justru dimanfaatkan oleh orang sudah menikah untuk berjualan kondom pada mereka yang belum menikah. Nah, malah jadi penjualan secara terselebung kan? Kayak narkoba aja.

Dengan lahirnya kebijakan ini, kita seolah melupakan dampak dari perilaku seks di luar nikah, yakni hamil di luar nikah. Dengan adanya pembatasan kondom dan masih maraknya seks di luar nikah, ini malah akan meningkatkan angka hamil di luar nikah.

Lantas?

Menurut saya, masalah seks di luar nikah tidak serta merta akan tuntas dengan lahirnya satu dua kebijakan yang katanya diciptakan demi kebaikan. Kebijakan yang dibuat justru seringkali melupakan hal lain yang terjadi setelah menangani masalah itu sendiri. Menurut saya, Bu Risma seharusnya mulai memberlakukan pendidikan seks di kalangan sekolah menengah. Pendidikan seks itu penting untuk diketahui bagi para pelajar kita, karena selama ini seks seringkali dianggap sebagai hal yang tabu. Ketidaktahuan seorang pelajar ini malah akan menimbulkan penasaran yang berujurng pada ‘coba-coba’.

Secara tidak langsung, tuduhan yang cukup serius dilakukan oleh Bu Risma terhadap kaum muda. Kebijakan ini menganggap seolah pelaku seks di luar nikah hanyalah mereka yang belum menikah. Padahal masih banyak ABG tua yang jauh lebih 'nakal'. Benarkan?

Jadi, kalau Bu Risma ingin membatasi penjualan kondom bagi orang yang belum menikah untuk mengurangi penyalahgunaan kondom, bagaimana kalau ada orang yang sudah menikah membeli kondom untuk ‘main’ dengan bukan pasangannya?

Jember, 19 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar