Rabu, 20 November 2013

Sampai Matahari Terbit


Pukul 5 pagi, saya masih terjaga. Semalaman saya tak bisa tidur. Dengungan jingklong membuat saya tak bisa memejamkan mata. Kipas angin tak bisa menjadi solusi. Lotion anti nyamuk tak membuat resah berhenti. Saya butuh istirahat, dan entah mengapa mata memang sulit terpejam. Maka yang saya bisa hanya membaca, menulis dan menonton tivi.
Tengah malam tadi saya menulis sebuah cerita 100 kata. Sebuah genre prosa yang saya cumbui ketika produktif membuat tulisan. Sudah lama saya tak menulis, dan hari ini, di hari terakhir tahun 2012, seolah ada bujuk rayu dari sekelabat pikiran untuk mau menggerakan tangan kembali menari di atas keyboard laptop seperti kebiasaan saya ketika kelas 2 SMA.
Sesungguhnya saya agak jenuh juga dengan hal ini. Saya menulis tentang diri saya sendiri dan pasti akan membuat muak orang lain. Pasal apa saya bercerita? Siapa yang bertanya kok tiba-tiba congor—eh hati, pikiran, tangan atau terserah Sampeyan nyebutnya bagaimana—saya ini asal cerita saja. Dan orang juga tak ingin tahu kan siapa saya. Dan lantas mengapa pula saya masih asik. Terasa konyol sebenarnya. Tak ada hujan tak ada angin terus saja sekenanya saya bersuara—mungkin ini tepatnya ya.
Saya membaca buku Seno Gumira Ajidharma. Bagi penggemar Sastra, nama itu sudah tak asing lagi. Saya setuju bila ada orang yang bilang kalau ‘tidak belajar Sastra namanya kalau tak kenal Seno’. Namanya sering muncul di Kompas dan tertera di bawah judul cerpen yang biasanya terbit hari minggu. Dan sekali lagi, sangat kebacut, penggemar Sastra tak tahu namanya.
Ia penulis yang sangat produktif. Cerpen, novel, kumpulan esai semua dia tulis. Ia dulunya wartawan, maka mungkin sebaiknya saya tak kagum kalau dia banyak menulis. Tak perlu heran pula dia amat produktif menulis.
Tulisan ini bukanlah analisis saya terhadap karya Seno, siapa Seno, kehidupan Seno ataupun biografi Seno—komplitnya. Tulisan ini saya buat mengalir saja, maka jangan harap saya akan bercerita tentangnya. Saya tak banyak tahu tentang dia—bisa jadi Sampeyan lebih banyak tahu. Saya hanya ingin menulis.
Tak kurang dan tak lebih, mungkin ini hanya berisi cocot saya untuk mengisi hari terakhir di tahun 2012. Dan sekali lagi ngomong soal waktu kan itu hanya akal-akalan sains. Hari terakhir atau tidak itu bukan titik sumber saya ingin menulis. Kalau bisa, saya menulis di akhirat pun akan saya lakukan. Mau apa Sampeyan?
Saya mulai menyadari, saya ini pemalas yang sebenar-benarnya. Bayangkan saja, saya terakhir menulis 7 November, dan kembali menulis hari ini. Anggap saja 2 bulan saya tak menulis—kecuali tugas kuliah. Bukankah ini sebuah masalah? Bukannya saya mau sombong, tapi kan memang harus ada ya dibenahi. Dan saya…
Eee lah dalah, kenapa saya jadi malah curhat begini. Ini sudah menyalahi apa yang sudah saya katakan tadi lho. Mungkin sebaiknya saya tidur saja sekarang. Matahari sudah terbit. Ada baiknya kalau olahraga, sarapan, lantas tidur—yang terakhir saya ragu. Istirahat sangat perlu kan? Kalau saya tak bisa tidur, saya ragu akan onani—seperti saran teman saya.
Ambulu, 31 Desember 2012

Aditya Prahara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar