Pukul
5 pagi, saya masih terjaga. Semalaman saya tak bisa tidur. Dengungan jingklong membuat saya tak bisa
memejamkan mata. Kipas angin tak bisa menjadi solusi. Lotion anti nyamuk tak
membuat resah berhenti. Saya butuh istirahat, dan entah mengapa mata memang
sulit terpejam. Maka yang saya bisa hanya membaca, menulis dan menonton tivi.
Tengah
malam tadi saya menulis sebuah cerita 100 kata. Sebuah genre prosa yang saya
cumbui ketika produktif membuat tulisan. Sudah lama saya tak menulis, dan hari
ini, di hari terakhir tahun 2012, seolah ada bujuk rayu dari sekelabat pikiran
untuk mau menggerakan tangan kembali menari di atas keyboard laptop seperti kebiasaan saya ketika kelas 2 SMA.
Sesungguhnya
saya agak jenuh juga dengan hal ini. Saya menulis tentang diri saya sendiri dan
pasti akan membuat muak orang lain. Pasal apa saya bercerita? Siapa yang
bertanya kok tiba-tiba congor—eh
hati, pikiran, tangan atau terserah Sampeyan
nyebutnya bagaimana—saya ini asal cerita saja. Dan orang juga tak ingin tahu kan siapa saya. Dan lantas mengapa pula saya
masih asik. Terasa konyol sebenarnya. Tak ada hujan tak ada angin terus saja
sekenanya saya bersuara—mungkin ini tepatnya ya.
Saya
membaca buku Seno Gumira Ajidharma. Bagi penggemar Sastra, nama itu sudah tak
asing lagi. Saya setuju bila ada orang yang bilang kalau ‘tidak belajar Sastra
namanya kalau tak kenal Seno’. Namanya sering muncul di Kompas dan tertera di
bawah judul cerpen yang biasanya terbit hari minggu. Dan sekali lagi, sangat kebacut, penggemar Sastra tak tahu
namanya.
Ia
penulis yang sangat produktif. Cerpen, novel, kumpulan esai semua dia tulis. Ia
dulunya wartawan, maka mungkin sebaiknya saya tak kagum kalau dia banyak
menulis. Tak perlu heran pula dia amat produktif menulis.
Tulisan
ini bukanlah analisis saya terhadap karya Seno, siapa Seno, kehidupan Seno
ataupun biografi Seno—komplitnya. Tulisan ini saya buat mengalir saja, maka
jangan harap saya akan bercerita tentangnya. Saya tak banyak tahu tentang
dia—bisa jadi Sampeyan lebih banyak
tahu. Saya hanya ingin menulis.
Tak
kurang dan tak lebih, mungkin ini hanya berisi cocot saya untuk mengisi hari terakhir di tahun 2012. Dan sekali
lagi ngomong soal waktu kan itu hanya akal-akalan sains. Hari terakhir atau
tidak itu bukan titik sumber saya ingin menulis. Kalau bisa, saya menulis di
akhirat pun akan saya lakukan. Mau apa Sampeyan?
Saya
mulai menyadari, saya ini pemalas yang sebenar-benarnya. Bayangkan saja, saya
terakhir menulis 7 November, dan kembali menulis hari ini. Anggap saja 2 bulan
saya tak menulis—kecuali tugas kuliah. Bukankah ini sebuah masalah? Bukannya
saya mau sombong, tapi kan memang harus ada ya dibenahi. Dan saya…
Eee lah dalah,
kenapa saya jadi malah curhat begini. Ini sudah menyalahi apa yang sudah saya
katakan tadi lho. Mungkin sebaiknya
saya tidur saja sekarang. Matahari sudah terbit. Ada baiknya kalau olahraga,
sarapan, lantas tidur—yang terakhir saya ragu. Istirahat sangat perlu kan? Kalau saya tak bisa tidur, saya
ragu akan onani—seperti saran teman saya.
Ambulu,
31 Desember 2012
Aditya
Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar