Kantor
jadi sangat ramai semenjak artis itu terseret kasus narkoba. Saya tak terarik
untuk mengikuti perkembangannya karena itu bukan bagian saya. Di tengah
menunggu ada sesuatu kejadian—mungkin, saya membaca novel detektif untuk
tambahan pengetahuan.
Tapi
ketika sedang asyik-asyiknya, anak buah saya datang sambil membawa seorang yang
kumal dengan tangan terborgol. Dugaan saya dia pencopet atau penjambret, karena
sekarang mereka lagi booming
akhir-akhir ini di kantor saya.
Saya
memandanginya dari atas sampai bawah. Mata dan pipinya lebam, sepertinya baru
dihakimi masa.
“Duduk!
Nama?” tanya saya.
“Ahmad.”
“Umur?”
“25
tahun.”
Saya
menanyai segalanya padanya.
“Ngapain kamu nyopet?” tanya saya.
“Saya
tak punya uang, Pak, untuk beli makan,” jawabnya sambil memasang wajah memelas.
“Lah, ngapain
juga kamu makan?! Puasa aja sekalian!” bentak saya berusaha membuatnya
tertekan.
“Lah, kalo saya ndak makan saya jadi ndak
punya tenaga dong, Pak, buat nyopet,” jawabnya.
“Makanya
kerja!”
“Saya
kan pencopet, Pak, pekerjaan saya ya pencopet.”
Ambulu,
17 Februari 2013
Aditya
Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar