Senin, 18 November 2013

Maling

Maling. Sebuah kata yang cukup akrab dengan kita. Bukan berarti kita dekat maling. Namun, kata ini memang banyak dikenal oleh semua orang, khususnya di Indonesia. Untuk di luar negeri sendiri pasti juga demikian. Dan tentu saja sesuai dengan bahasa negaranya masing-masing. Di dalam bahasa Inggris sendiri ada sebuah padanan kata yang pas untuk kata ‘maling’ yakni, thief.

Mungkin bagi para pembaca yang sering membaca tulisan saya atau mengamati tulisan saya, berprasangka bahwa saya akan menulis cerita 100 kata. Saya memang sering menulis cerita 100 kata, dan di dalamnya saya berperan sebagai maling. Yang paling sering adalah pencopet. Kenapa saya suka ‘menjadi’ pencuri?

Maling, pada dasarnya adalah pencuri. Kata ‘pencuri’ ini merupakan kata umum laiknya kata ‘melihat’. Dari kata ‘melihat’ kita menemukan kata khusus seperti memandang, melirik, menonton, menyaksikan dan lain-lain. Pada dasarnya semua kata itu bermakna melihat, tapi memiliki arti dan sense yang berbeda. Kita sebagai orang Indonesia tentu bisa membedakan bahwa kata yang pas untuk disandingkan dengan televisi adalah ‘menonton’, bukan ‘melirik’. Itu dengan kata melihat.

Tapi bagaimana dengan kata pencuri? Kata ‘pencuri’ merupakan kata benda. Dan ‘pencuri’ merupakan kata umum. Beberapa kata khusus dari ‘pencuri’ adalah maling, copet, perampok, pembajak, koruptor dan lain-lain. Beralih dari bahasan mengenai tata bahasa kita bahasa tentang maling itu sendiri.

Beberapa saat yang lalu, saya tengah membaca koran di rumah. Lalu ibu saya datang dan bertanya.

“Bila sekolah Ibu diliput macam itu, bayar atau tidak, Nak?” tanya beliau.

“Ehm, sepertinya tidak, Ibu. Lagipula hendak membayar kepada siapa?” tanyaku.

“Ke wartawan.”

Aku sedikit kaget.

“Karena pernah tempo waktu, sekolah ibu diliput dan membayar kepada wartawan.”

“Wartawan mana, Bu?” Yang kutanya adalah surat kabarnya.

Sebelum Ibu menjawab, ayah langsung menyambar dengan sebuah kalimat yang membuatku tercengang. “Semua profesi itu ada malingnya.”

Aku terdiam saat itu. Aku mencoba untuk mencerna kalimat itu. Aku baru menyadarinya. Ini memang sebuah realita yang ada di negara kita.

Kenapa ayah lebih menggunakan maling, bukan pencuri? Ada apa dengan ‘maling’? Menurut paham saya, mungkin lantaran kita lebih sensitif dan secara spontanitas lebih dekat dengan kata ‘maling’. ‘Maling’ juga terdengar lebih kasar tinimbang ‘pencuri’. Dan orang-orang pun lebih suka dan lebih sering meneriaki pencuri sebagai ‘maling’ dari pada ‘pencuri’.

Semua profesi, ayah bilang. Benarkah? Memang benar. Mulai dari dokter sampai guru yang mengajarkan untuk tidak mencuri memiliki ‘pencuri’. Tak sedikit dokter yang sebenarnya lebih menginginkan uang dari pada kesehatan. Apalagi guru. Bukannnya saya merendahkan profesi tersebut. Tapi memang semua profesi memilikinya. Di birokasi pemerintahan kita menyebutnya ‘koruptor’. Intinya mereka telah mencuri. Mencuri apa? Uang? Itu pada umumnya. Mencuri waktu pun bisa. Mencuri waktu untuk bekerja juga dapat disebut mencuri. Berarti ada berapa banyak pencuri di negara ini?

Bahkan dalam maling pun ada maling. Mereka menjadi maling bagi sesama maling. Itu bisa terjadi.

Dari segi agama sendiri, mencuri itu tidak boleh. Mencuri adalah sebuah larangan. Kenapa? Terlepas dari itu semua secara logika, mencuri itu merugikan orang yang dicuri. Walaupun orang yang dicuri merasa ikhlas misalnya, tapi mencuri bisa membuat pencuri jadi tuman. Intinya mencuri itu mengambil hak orang lain tanpa izin.

Kembali ke masalah wartawan yang dibicarakan Ibu. Memang tak sedikit wartawan seperti itu. Tapi sekali lagi, saya bukan menghina profesi ini. Tapi ini realita. Saya juga merasa sedih, karena wartawan adalah salah satu profesi yang saya cita-citakan. Ternyata menjadi wartawan berat juga cobaannya. Ya, sebenarnya bukan cuma wartawan, tapi semua profesi.

Saya pernah membaca tulisan salah satu cerpenis Indonesia, Linda Christanty. Tulisan itu berjudul: Jurnalisme dalam Sepotong Amplop. Tulisan ini sedikir menceritakan tentang praktik-praktik jual beli berita. Menulis sebuah kebohongan untuk sepotong amplop.

Tapi yang jelas, semua profesi itu pasti ada malingnya. Mengerikan. Memang. Jika sudah begini apa yang mesti kita lakukan?

Jember, 8 September
Aditya Prahara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar