Rabu, 20 November 2013

Malas


Akhir-akhir ini saya merasa menjadi anak yang begitu malas. Ya malas dalam hal apa saja. Begitu malasnya saya. Itu yang saya rasa.

Kita rasai saja bahwa perkembangan teknologi membawa kita pada arah hedonisme. Manusia sekarang serasa diperbudak oleh teknologi. Kemudahan akses informasi membuat kita semakin dimanjakan. Ingin mencari sesuatu kita tinggal tanya saja pada Mbah Google. Pokoknya semua jadi mudah tanpa repot-repot lagi.

Ingin menulis pun juga demikian. Sudah banyak sekali media online yang menyediakan tempat untuk menulis. Jadi para penulis muda juga semakin dimanjakan teknologi. Sekali lagi teknologi membawa pada kemudahan yang berdampak pada kemanjaan.


Lantas apakah dengan begitu kemudahan yang melimpah itu kita dapat memanfaatkan dengan sebaiknya. Saya merasa saya malah merasa semakin malas. Malas mencari informasi. Dan sebagainya. Karena kemudahan itu kita jadi mudah meremehkan suatu hal.

Saya jadi berfikir, bagaimana ya seorang penulis Pramoedya Ananta Toer dapat menulis mahakarya yang luar biasa. Apa yang dia lakukan saat itu ya, mengingat ia hidup di jaman yang jelas berbeda dengan jaman sekarang. Bahkan beberapa karya terbaiknya ia bikin di penjara lho. Bagaimana ia dapat menjelaskan secara detil dalam karya-karyanya ketika mendeskripsikan suatu hal, entah itu suasana ataupun benda. Bagaimana ia dapat mengumpulkan kliping-kliping tulisan sejarah sehingga dapat menghasilkan novel Arok-Dedes, novel yang bercerita tentang kudeta pertama di Nusantara. Bagaimana ia dapat menghasilkan novel Bumi Manusia yang menceritakan kehidupan jurnalis pertama di Indonesia—Hindia-Belanda tepatnya, RM Tirtoadhisuryo.

Bagaimana ya ia bisa begitu gigih mengatakan bahwa, “Penjara tidak akan membuat saya berhenti menulis.”

Ya ampun, dia berkali-kali menjadi kandidat penerima nobel sastra lho. Berarti ia menjadi orang yang berguna buat banyak orang kan. Ia begitu berani berbicara meski penjara risikonya.

Saya juga jadi berfikir, bagaimana ya RM Tirtoadhisuryo itu bisa menjadi jurnalis pertama di tanah air. Apa yang dia lakukan? Bagaimana ia bisa mendirikan Medan Prijaji. Usaha apa yang ia lakukan?

Dengan memikirkan hal ini, saya jadi semakin merasa menjadi orang malas. Masak hidup saya yang sudah jauh lebih enak dari mereka, saya tidak berbuat apa-apa. Masak hidup saya yang sudah jauh lebih merdeka dari mereka, saya cuma diam saja.

Bagaimana mungkin saya hanya diam saja sedangkan leluhur saya, leluhur kita adalah orang-orang yang hebat? Saya merasa saya hanya melakukan hal yang berguna buat diri saya sendiri. Saya belum berbuat banyak dan berguna bagi kemaslahatan umat.

Tapi saya merasa sedang dalam tahap menuju ke sana kok. Saya juga melihat teman-teman saya melakukannya. Jadi saya tidak sendirian.

Mana mungkin kita hanya bermalas-malas sedang Pram dan Tirto dapat merekam apa yang terjadi saat itu. Jadi saya—kita tepatnya—harus melakukan sesuatu agar dapat menjadi pelajaran sejarah bagi generasi mendatang.

Apa saya mau sejarah nantinya berkata bahwa negeri yang kaya ini hanya berisi koruptor? Prestasi kita dalam bidang maling. Tentu putra-putri bangsa ini akan malu.

Setelah saya perhatikan dengan seksama, Pram dan RM Tirtoasdhisuryo merupakan orang yang dilahirkan dan dibesarkan di jaman Hindia-Belanda, jaman di mana Indonesia belum merdeka. Saat itu kita masih ‘dijajah’. Dengan dijajahnya Indonesia, bangsa Indonesia jadi malah banyak melakukan perubahan. Berjuang gigih untuk mendapat kemerdekaan. Lantas, apa kita berharap ‘dijajah’ kembali saja agar kita tidak malas?

Jember, 7 Maret 2012

Aditya Prahara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar