Senin, 18 November 2013

Gigi Spasi


Alvin melangkah masuk ke dalam kelas. Kini ia dibenci oleh teman-teman sekelas. Kecuali, Doni. Doni adalah pengawal setianya. Doni mau ikut ke manapun alvin pergi. Ia seperti bodyguard. Tapi, lebih mirip anak buah. Tak jarang Doni memanggil Alvin dengan sebutan ‘Bos’.
Alvin dibenci karena, ia suka sekali mengejek teman-temannya. Tak jarang ia memanggil temannya dengan sebuah ejekan. Mengganti nama orang seenaknya. Tak jarang Alvin memanggil temannya dengan nama ayahnya. Ini sangat menjengkelkan sekali.
Dina, anak seorang buruh tani, sering diejek karena pekerjaan orang tuanya. Tapi Dina selalu sabar dan tak menggubris ejekan Alvin. Alvin pun pantang menyerah mengejek teman-temannya.
“Hei, teman-teman. Kenapa? Kalian takut padaku. Aku memang seperti singa ya. Menjadi raja di rimba,” ujarnya sombong ketika melihat reaksi teman-teman yang jijik melihat Alvin masuk kelas.
Teman-teman jengkel dengan ulahnya. Oleh sebab itu, mereka mengabaikan Alvin. Alvin melihat Ronal masuk ke dalam kelas. Ronal berjalan dengan terpincang-pincang. Terlihat, kaki kanan Ronal dibalut oleh perban.
“Wah, di kelas kita ternyata ada yang pincang,” kata Alvin sambil mendekati Ronal. Ronal mendelik. Ia menangis sekeras-kerasnya. Alvin tesenyum menang. Teman-teman sekelas langsung merubung mereka.
“Kau itu, Vin. Dasar tak berperasaan. Sampai kapan kau akan begini terus. Apa kau tak bosan. Hah?” ujar Dina. Teman-teman yang lain berusaha menghibur Ronal.
“Hei, jangan marah. Lihatlah Ronal. Sudah pincang, cengeng juga ternyata,” katanya sambil tertawa sendiri.
Dina tersenyum melihat Ronal tertawa. “Dasar. Sombong, tak berperasaan, pemalas.” Dina pun berlalu meninggalkan mereka. Teman-teman masih menghibur Ronal. Ronal pun akhirnya berhenti menangis.
Hari ini ada ulangan Matematika. Alvin lupa jika hari ini ada ulangan. Maka semalaman ia tak belajar. Ia begitu gugup. Dina memperhatikan Alvin yang merasa gugup.
Ibu Guru pun membagikan soal. Alvin gugup menghadapi ulangan kali ini. Ia benar-benar tak belajar dan tak bisa mengerjakan soal-soal. Ia bingung harus berbuat apa. Teman-temannya pun tak mungkin dimintai bantuan. Seisi kelas sudah benci padanya. Hanya Doni yang dapat membantunya.
“Don, tolongin dong.”
Doni pun tak mau membantu Alvin. “Aku juga nggak bisa.” Nampaknya Doni berbohong pada Alvin. Karena Doni dapat mengerjakan soal ulangan dengan lancar. Alvin hanya dapat berdoa dan berusaha melihat jawaban temannya. Ia juga sering dipergoki oleh Ibu Guru. Ulah Alvin nampak seperti seorang pencuri. Dina terus memperhatikan ulah Alvin.
Akhirnya ulangan pun usai. Alvin sedih melihat kertasnya yang masih kosong. Ia tak dapat mengerjakan soal. Dina langsung menghampiri Alvin.
“Sepertinya anak yang mengaku raja ini akan mendapat nilai nol, teman-teman,” katanya dengan keras pada teman-teman sekelas. Alvin hanya menunduk. “Kalian tahu. Ternyata, Alvin mempunyai spasi pada gigi depannya.”
Teman-teman sekelas pun tertawa. Alvin menyadari. Ada dua gigi depannya yang terpisah, sehingga terlihat ada spasinya. Gigi itu adalah gigi seri depan atas.
“Bohong, darimana kau tahu.”
“Nah, ternyata benar kan? Apa kalian setuju jika Alvin ini diberi julukan Raja Gigi Spasi?” tanya Dini pada teman-teman.
“Sebentar. Memangnya dia Raja?” tanya Ronal. Kali ini ia merasa menang.
“Kalau begitu kita panggil saja Gigi Spasi. Bagaimana?”
“Tunggu.” Alvin maju ke depan kelas. “Aku minta maaf pada kalian. Aku tahu aku salah. Maka dari, tolong maafkanlah aku.” Alvin memelas. Tapi, reaksi teman-teman tak menunjukkan kalau mereka memaafkan Alvin.
“Aku mohon. Maafkanlah aku.”
“Baiklah, Gigi Spasi,” kata Dina dan Ronal bersamaan. Seisi kelas tertawa. Alvin pun ikut tertawa. Gigi spasinya pun kelihatan dengan jelas.
Jember, 28 Desember 2010
Aditya Prahara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar