Menjelang
Derby Manchester, saya selalu memakai jersey tim kebanggaan saya, Manchester
City. Kapan saja saya pergi saya memakainya. Ke mana saja saya pergi saya
memakainya. Pergi ke mal untuk sekadar melihat SPG yang cantik. Pergi ke tempat
perek untuk sekadar ngelonte. Pergi ke masjid untuk memanjatkan doa. Bahkan
juga pergi ke kakus untuk sekadar berak pun.
Saya
amat menyenangi tim ini. Tak peduli sudah berapa lama saya memakainya tanpa
mencucinya. Toh badan saya juga tidak gatal kok. Saya senang-senang saja. Ke
mana pun saya pergi saya selalu bangga untuk mengucap Superbia in Praelia. Bisa dibayangkan kan bagaimana cintanya saya.
Derby
Manchester sudah semakin mendekat. Tujuh hari lagi. Saya semakin bangga
memakainya. Saya tak peduli dengan keluhan istri saya soal bau busuk yang
keluar dari baju ini. Mungkin dia memang tak tahu apa arti cinta.
Pernah
suatu ketika, saya sedang teler dibawah pengaruh alkohol. Saya sedang asyik
nonton TV yang menyiarkan pertandingan Manchester City melawan Queens Park
Rangers, klub asal ibukota Inggris, istri saya memarahi saya. Ia marah karena
ia dan anak-anak terganggu dengan teriakan-teriakan saya. Ia sampai menyebut
saya gila. Sial betul. Bahkan ia mengancam, bila saya tak segera mematikan TV,
ia akan minggat malam itu juga. Karena saya takut ia benar nekat minggat, saya
pun mematikan TV.
***
Pagi
ini saya pergi ke toko pernak-pernik sepakbola. Dengan membawa uang seratus
ribu, saya berniat untuk membeli syal Manchester City.
Sampai
di toko, saya tak langsung membeli syal. Saya melihat-lihat dulu barang-barang
baru yang ada di sana. Ada kaus Timnas Indonesia bertanda-tangan Bambang
Pamungkas, kaptem timnas, dijual dengan harga dua juta. Gila, itu gaji saya
sebulan. Ada pula beberapa mug, asbak, korek api, stiker dan lainnya yang
berlogo tim sepakbola Eropa.
Saking
asyiknya melihat-lihat barang, saya tidak melihat bahwa sedari tadi pegawai
toko memperhatikan saya.
“Ada
yang bisa dibantu, Pak?” tanya pria berjenggot tebal itu. Badannya tinggi,
kulitnya agak hitam. Senyumnya yang cukup menawan akan membuat pembeli di sana
merasa terlayani dengan baik.
“Ada
syal Manchester City, Mas?”
“Oh,
ada. Sebentar.” Pria itu menghilang.
Saya
menunggu sambil melihat kendaraan yang berlalu lalang di depan toko. Tiba-tiba
ada seorang pria gendut masuk dengan mengenakan jersey Manchester United. Sial,
dia pasti pendukung Manchester United. Dia melihat jersey saya, dan berekspresi
terkejut, lalu menatap saya dengan tajam. Seolah tatapannya berarti ‘ayo kita
perang’. Saya membalas tatapannya tak kalah tajam. Ia kemudian memalingkan
muka.
“Ini,
Pak.” Tiba-tiba pria berjenggot lebat tadi muncul di hadapan saya.
“Oh,
iya. Saya lihat dulu ya, Mas.”
“Silakan.”
Pria
berjersey Manchester United tadi kembali menatap saya, ia terlihat jijik dengan
jersey yang saya pakai. Ia menatap syal yang saya pegang lalu memanggil pria
berjenggot lebat tadi.
“Mas,
ada syal Manchester United?” tanya pria gendut itu.
Si
jenggot lebat tertawa.
“Kenapa
tertawa, Mas?” tanya saya dan pria gendut itu berbarengan. Si jenggot lebat
makin tertawa lebar dan masuk mencari syal.
Saya
coba syal The Citizen ini. Leher saya terasa sejuk teramat sangat. Ada
kedamaian yang saya temukan di sana. Akhirnya saya lepas, dan berniat untuk
segera membayar syal ini. Saya melihat ke arah pria gendut tadi. Ia mencoba
mendekati saya. Saya sedikit was-was, takut ia hendak berbuat macam-macam. Yang
membuat saya takut adalah tangan kanannya yang dimasukkan ke dalam saku celana.
Saya tak bisa membayangkan bila tiba-tiba ia mengeluarkan pisau dan menikam
saya.
“Mas,
pendukung City ya?” Sebuah kalimat terlontar dari mulut si gendut.
“Iya,”
jawab saya pendek.
“Sebentar
lagi derby lho. Saya yakin United bisa menang,” ujarnya sambil tersenyum.
Kutaksir ia berusaha mengakrabkan diri.
“Ah,
belum tentu, Mas. Karena City sedang on
fire. Lagipula pada laga derby nanti, duo Manchester akan berlaga di Etihad
Stadium.”
“Ya
kita lihat saja nanti.”
Si
jenggot lebat datang dengan membawa syal United. Si gendut menerimanya sambil
tersenyum.
“Atau
kita nonton bareng saja?” tawar si gendut.
“Wah,
saya menjaga rivalitas saja deh, Mas. Saya hendak nonton bareng dengan
teman-teman The Citizen Indonesia.”
“Saya
juga sebetulnya hendak nonton bersama teman-teman fans MU Indonesia.”
“Lantas
mengapa mengajak saya? Bisa-bisa saya dikeroyok di sana,” ujar saya sambil
tertawa. Ia juga tertawa.
Si
gendut menukar syal itu dengan uang seratus ribu rupiah. Ya ampun, mahal amat.
Saya harap syal City tak begitu mahal. Tapi kalau harganya mahal, saya tetap
akan membelinya.
“Sampai
jumpa lain waktu ya.” Ia menyalami saya. Tapi ketika bersalaman, saya merasa
ada benda diselipkan ditangan saya. Benda itu adalah secarik kertas dengan
bertuliskan angka-angka. Kalau angka-angka ini adalah nomor togel tentu tak
akan sebanyak ini, kutaksir ini adalah nomor handphone-nya. Tapi untuk apa ia memberi saya nomor handphone.
***
Saya
sampai di hotel Sempurna. Saya lihat sudah berkumpul The Citizens di sana.
Terlihat antusiasme yang luar biasa dari air muka mereka untuk menonton
pertandingan derby Manchester ini meski Cuma lewat TV.
“Eh,
bos, baru datang, bos? Dari mana aja?” sapa salah seorang padaku.
“Biasalah,
bini berkali-kali ngomel soal City ini.”
“Makanya,
istri itu harus tetep dirawat bos. Nah, elu, bos. City aja udah kayak istri pertama.
Jangan terlalu fanatis lah, bos. Biasa aja ngefansnya. Saya jamin deh, kalau
bos bisa ndengerin kata-kata istri, bisa nancep sampai pagi.”
Semuanya
tertawa. “Sialan.”
Para
pemain city sudah memasuki lapangan. Teman-teman semakin antusias.
“Eh,
saya dengar fans MU juga nonton bareng di sini ya?” tanya saya pada
teman-teman.
“Iya.
Mungkin cari gara-gara mereka. Udah tahu kita duluan yang booking di sini, eh
ikut-ikutan. Emang kenapa, bos?”
“Nggak
apa-apa.”
Pemain
City dan United saling bersalaman. Handphone saya bunyi.
“Eh,
sebentar ya, bro.”
Teman-teman
saya tak mengindahkan saya. Saya berjalan ke parkiran mobil. Saya melihat si
gendut memakai jersey dan syal United. Ia tersenyum melihat saya dan lantas
mendekati saya.
***
Pagi
sudah tiba. Derby Manchester semalam lagi-lagi dimenangi oleh City. Dengan
demikian, City kini berada di puncak klasemen sementara Premier League diikuti United.
Saya
membuka mata dengan ringan. Semalam saya bisa tidur nyenyak dengan menangnya
City. Tapi ada sesuatu yang mengejutkan saya. Saya sedang ada di kamar hotel.
Tiba-tiba ada seseorang yang memeluk saya dari belakang.
“Aku
tak peduli dengan City-mu yang menang, yang jelas aku puas sekali, sayang,”
ujarnya.
Ia
mencium bibirku.
“Aku
sebenarnya masih ingin bersamamu. Tapi tentu aku tak bisa terus bersamamu.”
“Iya,
begitu juga denganku. Aku sendiri takut istriku marah,” ujar saya.
“Ya
sudah kita pulang saja ya,” ujarnya manja.
Saya
masih berbaring di atas ranjang. Ia yang sudah rapi sedari tadi, berjalan ke
luar kamar dengan perlahan. Syal United masih dipakainya. Saya segera
membereskan barang-barang saya. Ia berhenti di depan pintu. Sepertinya ia
menunggu saya. Sudah waktunya. Ya, sudah waktunya pulang ke rumah istri
masing-masing.
Jember,
7 Mei 2012
Aditya
Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar