Rabu, 20 November 2013

Derby Manchester


Menjelang Derby Manchester, saya selalu memakai jersey tim kebanggaan saya, Manchester City. Kapan saja saya pergi saya memakainya. Ke mana saja saya pergi saya memakainya. Pergi ke mal untuk sekadar melihat SPG yang cantik. Pergi ke tempat perek untuk sekadar ngelonte. Pergi ke masjid untuk memanjatkan doa. Bahkan juga pergi ke kakus untuk sekadar berak pun.
Saya amat menyenangi tim ini. Tak peduli sudah berapa lama saya memakainya tanpa mencucinya. Toh badan saya juga tidak gatal kok. Saya senang-senang saja. Ke mana pun saya pergi saya selalu bangga untuk mengucap Superbia in Praelia. Bisa dibayangkan kan bagaimana cintanya saya.
Derby Manchester sudah semakin mendekat. Tujuh hari lagi. Saya semakin bangga memakainya. Saya tak peduli dengan keluhan istri saya soal bau busuk yang keluar dari baju ini. Mungkin dia memang tak tahu apa arti cinta.
Pernah suatu ketika, saya sedang teler dibawah pengaruh alkohol. Saya sedang asyik nonton TV yang menyiarkan pertandingan Manchester City melawan Queens Park Rangers, klub asal ibukota Inggris, istri saya memarahi saya. Ia marah karena ia dan anak-anak terganggu dengan teriakan-teriakan saya. Ia sampai menyebut saya gila. Sial betul. Bahkan ia mengancam, bila saya tak segera mematikan TV, ia akan minggat malam itu juga. Karena saya takut ia benar nekat minggat, saya pun mematikan TV.

***

Pagi ini saya pergi ke toko pernak-pernik sepakbola. Dengan membawa uang seratus ribu, saya berniat untuk membeli syal Manchester City.
Sampai di toko, saya tak langsung membeli syal. Saya melihat-lihat dulu barang-barang baru yang ada di sana. Ada kaus Timnas Indonesia bertanda-tangan Bambang Pamungkas, kaptem timnas, dijual dengan harga dua juta. Gila, itu gaji saya sebulan. Ada pula beberapa mug, asbak, korek api, stiker dan lainnya yang berlogo tim sepakbola Eropa.
Saking asyiknya melihat-lihat barang, saya tidak melihat bahwa sedari tadi pegawai toko memperhatikan saya.
“Ada yang bisa dibantu, Pak?” tanya pria berjenggot tebal itu. Badannya tinggi, kulitnya agak hitam. Senyumnya yang cukup menawan akan membuat pembeli di sana merasa terlayani dengan baik.
“Ada syal Manchester City, Mas?”
“Oh, ada. Sebentar.” Pria itu menghilang.
Saya menunggu sambil melihat kendaraan yang berlalu lalang di depan toko. Tiba-tiba ada seorang pria gendut masuk dengan mengenakan jersey Manchester United. Sial, dia pasti pendukung Manchester United. Dia melihat jersey saya, dan berekspresi terkejut, lalu menatap saya dengan tajam. Seolah tatapannya berarti ‘ayo kita perang’. Saya membalas tatapannya tak kalah tajam. Ia kemudian memalingkan muka.
“Ini, Pak.” Tiba-tiba pria berjenggot lebat tadi muncul di hadapan saya.
“Oh, iya. Saya lihat dulu ya, Mas.”
“Silakan.”
Pria berjersey Manchester United tadi kembali menatap saya, ia terlihat jijik dengan jersey yang saya pakai. Ia menatap syal yang saya pegang lalu memanggil pria berjenggot lebat tadi.
“Mas, ada syal Manchester United?” tanya pria gendut itu.
Si jenggot lebat tertawa.
“Kenapa tertawa, Mas?” tanya saya dan pria gendut itu berbarengan. Si jenggot lebat makin tertawa lebar dan masuk mencari syal.
Saya coba syal The Citizen ini. Leher saya terasa sejuk teramat sangat. Ada kedamaian yang saya temukan di sana. Akhirnya saya lepas, dan berniat untuk segera membayar syal ini. Saya melihat ke arah pria gendut tadi. Ia mencoba mendekati saya. Saya sedikit was-was, takut ia hendak berbuat macam-macam. Yang membuat saya takut adalah tangan kanannya yang dimasukkan ke dalam saku celana. Saya tak bisa membayangkan bila tiba-tiba ia mengeluarkan pisau dan menikam saya.
“Mas, pendukung City ya?” Sebuah kalimat terlontar dari mulut si gendut.
“Iya,” jawab saya pendek.
“Sebentar lagi derby lho. Saya yakin United bisa menang,” ujarnya sambil tersenyum. Kutaksir ia berusaha mengakrabkan diri.
“Ah, belum tentu, Mas. Karena City sedang on fire. Lagipula pada laga derby nanti, duo Manchester akan berlaga di Etihad Stadium.”
“Ya kita lihat saja nanti.”
Si jenggot lebat datang dengan membawa syal United. Si gendut menerimanya sambil tersenyum.
“Atau kita nonton bareng saja?” tawar si gendut.
“Wah, saya menjaga rivalitas saja deh, Mas. Saya hendak nonton bareng dengan teman-teman The Citizen Indonesia.”
“Saya juga sebetulnya hendak nonton bersama teman-teman fans MU Indonesia.”
“Lantas mengapa mengajak saya? Bisa-bisa saya dikeroyok di sana,” ujar saya sambil tertawa. Ia juga tertawa.
Si gendut menukar syal itu dengan uang seratus ribu rupiah. Ya ampun, mahal amat. Saya harap syal City tak begitu mahal. Tapi kalau harganya mahal, saya tetap akan membelinya.
“Sampai jumpa lain waktu ya.” Ia menyalami saya. Tapi ketika bersalaman, saya merasa ada benda diselipkan ditangan saya. Benda itu adalah secarik kertas dengan bertuliskan angka-angka. Kalau angka-angka ini adalah nomor togel tentu tak akan sebanyak ini, kutaksir ini adalah nomor handphone-nya. Tapi untuk apa ia memberi saya nomor handphone.

***

Saya sampai di hotel Sempurna. Saya lihat sudah berkumpul The Citizens di sana. Terlihat antusiasme yang luar biasa dari air muka mereka untuk menonton pertandingan derby Manchester ini meski Cuma lewat TV.
“Eh, bos, baru datang, bos? Dari mana aja?” sapa salah seorang padaku.
“Biasalah, bini berkali-kali ngomel soal City ini.”
“Makanya, istri itu harus tetep dirawat bos. Nah, elu, bos. City aja udah kayak istri pertama. Jangan terlalu fanatis lah, bos. Biasa aja ngefansnya. Saya jamin deh, kalau bos bisa ndengerin kata-kata istri, bisa nancep sampai pagi.”
Semuanya tertawa. “Sialan.”
Para pemain city sudah memasuki lapangan. Teman-teman semakin antusias.
“Eh, saya dengar fans MU juga nonton bareng di sini ya?” tanya saya pada teman-teman.
“Iya. Mungkin cari gara-gara mereka. Udah tahu kita duluan yang booking di sini, eh ikut-ikutan. Emang kenapa, bos?”
“Nggak apa-apa.”
Pemain City dan United saling bersalaman. Handphone saya bunyi.
“Eh, sebentar ya, bro.”
Teman-teman saya tak mengindahkan saya. Saya berjalan ke parkiran mobil. Saya melihat si gendut memakai jersey dan syal United. Ia tersenyum melihat saya dan lantas mendekati saya.

***

Pagi sudah tiba. Derby Manchester semalam lagi-lagi dimenangi oleh City. Dengan demikian, City kini berada di puncak klasemen sementara Premier League diikuti United.
Saya membuka mata dengan ringan. Semalam saya bisa tidur nyenyak dengan menangnya City. Tapi ada sesuatu yang mengejutkan saya. Saya sedang ada di kamar hotel. Tiba-tiba ada seseorang yang memeluk saya dari belakang.
“Aku tak peduli dengan City-mu yang menang, yang jelas aku puas sekali, sayang,” ujarnya.
Ia mencium bibirku.
“Aku sebenarnya masih ingin bersamamu. Tapi tentu aku tak bisa terus bersamamu.”
“Iya, begitu juga denganku. Aku sendiri takut istriku marah,” ujar saya.
“Ya sudah kita pulang saja ya,” ujarnya manja.
Saya masih berbaring di atas ranjang. Ia yang sudah rapi sedari tadi, berjalan ke luar kamar dengan perlahan. Syal United masih dipakainya. Saya segera membereskan barang-barang saya. Ia berhenti di depan pintu. Sepertinya ia menunggu saya. Sudah waktunya. Ya, sudah waktunya pulang ke rumah istri masing-masing.
Jember, 7 Mei 2012

Aditya Prahara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar