Waktu
itu, aku memboncengnya menaiki motor. Aku dan dia hendak pulang. Tapi tiba-tiba
ada mobil menabrak kami dan jatuhlah kami. Ia terlempar jauh. Aku langsung
menghampirinya. Aku sudah tidak peduli dengan bajuku yang berdarah-darah atau
tanganku yang patah. Aku mau dia. Tapi Tuhan berkehendak lain. Aku hanya bisa
pasrah saja. Tanganku yang patah ini tak bisa setia bersamanya lagi.
Aku
menatapnya dengan sendu. Air mata sudah menumpuk di pelupuk mataku. Sungguh
kumenyesal. Dulu aku telah menyia-nyiakannya. Bodoh nian aku. Apa yang harus
kulakukan agar ia kembali?
“Aku
tak bisa hidup tanpamu, gitarku,” ujarku padanya sambil memegang gitarku yang
hancur ini.
Ambulu, 31 Juli 2011
Aditya Prahara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar