Jumat, 12 Juni 2015

Tradisi Sepak Bola Italia: Pelatih Hebat dan Pemecatan


Italia terkenal dengan pelatih-pelatih sepak bola hebatnya. Kita mengenal banyak nama pelatih hebat seperti Massimiliano Allegri, Antonio Conte, Roberto Mancini, Carlo Ancelotti, Roberto DiMatteo, Giovani Trappatoni, Vicenzo Montella dan lain sebagainya.

Popularitas mereka muncul karena raihan trofi yang berhasil mereka dapat selama membesut tim yang mereka latih. Maka tak heran bila pada akhirnya Italia juga mengekspor pelatihnya ke luar negeri. Tak hanya di dalam negeri, di luar negeri pun mereka juga sukses merengkuh banyak mahkota juara.

Tengok saja Carlo Ancelotti ketika bersama Real Madrid (Spanyol) dan Chelsea (Inggris). Roberto Mancini bersama Manchester City (Inggris). Roberto DiMatteo bersama Chelsea (Inggris). Dan tentu masih banyak lagi.

Tak hanya di level klub, di level timnas pun demikian. Pada Piala Dunia 2014, setidaknya ada tiga pelatih berkewarganegaraan Italia. Mereka adalah Cesare Prandelli (Italia), Fabio Capello (Rusia), dan Alberto Zaccheroni (Jepang).

Apa menariknya pelatih Italia? Tentu saja racikan tangan dinginnya. Sebenarnya ini tak terlepas dari kultur sepak bola Italia. Mayoritas klub Italia lebih memiliki pelatih lokal dibanding pelatih impor. Italia yang terkenal dengan catenaccio strategi permaianan bertahan memang membuat pelatih atau pun pemain memutar otak untuk dapat meracik strategi dengan tepat.

Namun, ada suka tentu ada duka. Selain punya tradisi bagus dengan melahirkan pelatih hebat, Italia juga punya tradisi buruk dalam sepak bola, pemecatan pelatih. Dalam hal pemecatan pelatih, Serie-A (Liga Utama Italia) adalah juaranya. Jumlah pemecatan pelatih dan penunjukkan arsitek anyar adalah 15 momen, lebih buruk dibanding musim sebelumnya (13) tapi masih lebih baik dibanding musim 2011/12 (19).

Ekspektasi tinggi publik sepak bola Italia menuntut tim untuk selalu bermain bagus dan memenangkan pertandingan. Hal ini jelas berdampak kepada pelatih yang tak kunjung membawa timnya memenangi laga untuk segera didepak. Kekejaman ini pun masih berlangsung hingga sekarang. Dan bongkar pasang pelatih tetap dilakukan.

Baru-baru ini saja, kita punya berita tentang Vicenzo Montella yang dipecat Fiorentina. Lalu ada juga Carlo Ancelotti dipecat oleh Real Madrid (meski bukan klub Italia).


Meraih gelar bukan jaminan bagi pelatih untuk dapat selalu duduk nyaman di kursi kepelatihan. Selalu ada harapan baru untuk dapat membuat tim memenangi laga atau bahwa gelar juara. Jika, tak bisa, menuju pintu keluar akan jadi kisah buruk. Melihat semakin ketatnya sepak bola, seperti dua tradisi ini akan selalu terjadi.

Surabaya, 11 Juni 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar