Italia
terkenal dengan pelatih-pelatih sepak bola hebatnya. Kita mengenal banyak nama
pelatih hebat seperti Massimiliano Allegri, Antonio Conte, Roberto Mancini,
Carlo Ancelotti, Roberto DiMatteo, Giovani Trappatoni, Vicenzo Montella dan
lain sebagainya.
Popularitas mereka muncul karena raihan trofi yang berhasil
mereka dapat selama membesut tim yang mereka latih. Maka tak heran bila pada
akhirnya Italia juga mengekspor pelatihnya ke luar negeri. Tak hanya di dalam
negeri, di luar negeri pun mereka juga sukses merengkuh banyak mahkota juara.
Tengok saja Carlo Ancelotti ketika bersama Real Madrid
(Spanyol) dan Chelsea (Inggris). Roberto Mancini bersama Manchester City
(Inggris). Roberto DiMatteo bersama Chelsea (Inggris). Dan tentu masih banyak
lagi.
Tak hanya di level klub, di level timnas pun demikian. Pada
Piala Dunia 2014, setidaknya ada tiga pelatih berkewarganegaraan Italia. Mereka
adalah Cesare Prandelli (Italia), Fabio Capello (Rusia), dan Alberto Zaccheroni
(Jepang).
Apa menariknya pelatih Italia? Tentu saja racikan tangan
dinginnya. Sebenarnya ini tak terlepas dari kultur sepak bola Italia. Mayoritas
klub Italia lebih memiliki pelatih lokal dibanding pelatih impor. Italia yang
terkenal dengan catenaccio strategi
permaianan bertahan memang membuat pelatih atau pun pemain memutar otak untuk
dapat meracik strategi dengan tepat.
Namun, ada suka tentu ada duka. Selain punya tradisi bagus
dengan melahirkan pelatih hebat, Italia juga punya tradisi buruk dalam sepak
bola, pemecatan pelatih. Dalam hal pemecatan pelatih, Serie-A (Liga Utama
Italia) adalah juaranya. Jumlah pemecatan pelatih dan penunjukkan arsitek anyar
adalah 15 momen, lebih buruk dibanding musim sebelumnya (13) tapi masih lebih
baik dibanding musim 2011/12 (19).
Ekspektasi tinggi publik sepak bola Italia menuntut tim
untuk selalu bermain bagus dan memenangkan pertandingan. Hal ini jelas
berdampak kepada pelatih yang tak kunjung membawa timnya memenangi laga untuk
segera didepak. Kekejaman ini pun masih berlangsung hingga sekarang. Dan
bongkar pasang pelatih tetap dilakukan.
Baru-baru ini saja, kita punya berita tentang Vicenzo
Montella yang dipecat Fiorentina. Lalu ada juga Carlo Ancelotti dipecat oleh
Real Madrid (meski bukan klub Italia).
Meraih gelar bukan jaminan bagi pelatih untuk dapat selalu
duduk nyaman di kursi kepelatihan. Selalu ada harapan baru untuk dapat membuat
tim memenangi laga atau bahwa gelar juara. Jika, tak bisa, menuju pintu keluar
akan jadi kisah buruk. Melihat semakin ketatnya sepak bola, seperti dua tradisi
ini akan selalu terjadi.
Surabaya, 11 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar