Mungkin
masih banyak dari kita yang mengingat bahwa tanggal 8 Mei merupakan hari yang
sangat penting bagi sejarah perburuhan Indonesia. Ya, tepat satu minggu setelah
May Day pada tahun 1993, seorang perempuan yang begitu gigih memperjuangkan
nasib buruh ditemukan meninggal. Marsinah namanya.
Kematian Marsinah
Marsinah
adalah buruh perempuan yang lahir pada 10 April 1969. Ia bekerja di PT. Catur
Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Pada pertengahan April 1993,
buruh PT. CPS Porong membahas mengenai surat edaran dari Gubernur KDH TK I Jawa
Timur tentang kenaikan upah 20%. Akhirnya uruh PT. CPS memutuskan untuk unjuk
rasa pada 3-4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp. 1700 menjadi Rp. 2250
per hari. Marsinah terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada 2
Mei 1993 di Tanggul Angin, Sidoarjo.
Tanggal
3 Mei 1993, para buruh PT. CPS melakukan mogok kerja. Mereka mengajukan 13
tuntutan salah satu di antaranya adalah mengenai kenaikan upah tersebut.
Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan buruh yang melakukan
perundingan dengan pihak perusahaan. Sampai 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif
bersama kawan-kawannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan.
Siang
hari pada 5 Mei 1993, sebanyak 13 perwakilan buruh digiring ke Komando Distrik
Militer (Kodim) Sidoarjo tanpa Marsinah. Mereka dipaksa untuk mengundurkan diri
dari PT. CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah buruh
masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menenyakan
kehilangan kawan-kawannya. Sekitar pukul 10 malam, Marsinah hilang. Mulai
tanggal 6-8 Mei 1993, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya
sampai akhirnya ditemukan telah tak bernyawa pada 8 Mei 1993 di Hutan Wilangan,
Nganjuk.
Kematiannya
menggemparkan dunia perburuhan. Bukan hanya Indonesia, bahkan dunia. International Labor Organization (ILO)
pun mencatat kematian Marsinah dalam kasus nomor 1713.
Pemerintah
pun membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim pada 30 September 1993 untuk
melakukan penyelidikan kasus pembunuhan Marsinah ini. Tim ini juga mampu
membawa kasus pembunuhan Marsinah ini sampai meja pengadilan. Bahkan sudah
ditetapkan pula terdakwa pembunuh Marsinah hingga menjalani masa tahanan.
Tetapi, putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur dan Kasasi Mahkamah Agung yang
memutus terdakwa tersebut bebas murni. Hal ini tentu saja menimbulkan
pertanyaan besar siapa pembunuh Marsinah. Banyak pihak yang tidak puas akan
putusan ini hingga menimbulkan tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah
rekayasa.
Sampai
tumbangnya rezim otoriter Soehato dan 22 setelah meninggalnya, misteri pembunuh
Marsinah masih belum diterungkap.
Mengenang 22 Tahun Meninggalnya
Marsinah
Puluhan
buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam KOBAR (Komite Buruh Mahasiswa
Bergerak) menggelar aksi untuk memperingati 22 tahun meninggalnya Marsinah
(8/5/2015) di Taman Apsari, Surabaya. Aksi ini dilakukan untuk terus
mengobarkan semangat untuk melawan ketidakadilan dan penindasan yang masih
kerap menimpa buruh di Indonesia. Aksi ini juga sekaligus untuk memperingati 21
tahun hari jadi SBK (Serikat Buruh Kerakyatan).
Untuk
mengenang 22 tahun meninggalnya Marsinah, KOBAR menuntut:
- Usut dan ungkap tuntas dalang dan skenario kematian Marsinah.
- Jadikan Marsinah sebagai pahlawan buruh Indonesia.
- Tolak segala bentuk kekerasan dan militerisme di sektor perburuhan dan sektor lainnya.
Selain
itu KOBAR juga menggelar acara yang bertajuk “Marsinah Menolak Bungkam” bersama
kawan-kawan buruh dan mahasiswa.
Aksi
yang dimulai pada pukul 19.30 WIB diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia
Raya dan Internasionale bersama-sama. Lalu tampillah beberapa perwakilan dari
masa aksi untuk melakukan orasinya.
Selesai
orasi, acara dilanjutkan dengan monolog puisi mengenai perjuangan Marsinah
dalam membela hak kaum buruh dan kematian tragisnya.
Acara
dilanjutkan dengan berdiskusi bersama mengenai perjuangan Marsinah dan
perburuhan di Indonesia. Dihadirkan pula tiga narasumber yang akan membantu
masa aksi untuk mengetahui tentang perburuhan. Tiga narasumber tersebut adalah
Mahfud Zakaria, Vegas Dwipanagara, dan Bianto. Mahfud Zakaria hadir sebagai
sekjen SBK. Vegas hadir sebagai perwakilan mahasiswa yang turut bersolidaritas
dalam aksi yang dilakukan oleh buruh. Sedangkan Bianto merupakan teman Marsinah
sekaligus saksi perjuangan Marsinah dalam membela kaum buruh.
Aksi
ini pun diakhiri dengan kembali menyanyikan lagu Internasionale sebagai simbol
lagu kaum pekerja.
Hidup
Buruh!
Sumber:
Press Release
Surabaya,
8 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar