Kamis, 14 Mei 2015

Surabaya Mengenang 22 Tahun Marsinah


Mungkin masih banyak dari kita yang mengingat bahwa tanggal 8 Mei merupakan hari yang sangat penting bagi sejarah perburuhan Indonesia. Ya, tepat satu minggu setelah May Day pada tahun 1993, seorang perempuan yang begitu gigih memperjuangkan nasib buruh ditemukan meninggal. Marsinah namanya.

Kematian Marsinah

Marsinah adalah buruh perempuan yang lahir pada 10 April 1969. Ia bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Pada pertengahan April 1993, buruh PT. CPS Porong membahas mengenai surat edaran dari Gubernur KDH TK I Jawa Timur tentang kenaikan upah 20%. Akhirnya uruh PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa pada 3-4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp. 1700 menjadi Rp. 2250 per hari. Marsinah terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada 2 Mei 1993 di Tanggul Angin, Sidoarjo.

Tanggal 3 Mei 1993, para buruh PT. CPS melakukan mogok kerja. Mereka mengajukan 13 tuntutan salah satu di antaranya adalah mengenai kenaikan upah tersebut. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan buruh yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Sampai 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama kawan-kawannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan.

Siang hari pada 5 Mei 1993, sebanyak 13 perwakilan buruh digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo tanpa Marsinah. Mereka dipaksa untuk mengundurkan diri dari PT. CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah buruh masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menenyakan kehilangan kawan-kawannya. Sekitar pukul 10 malam, Marsinah hilang. Mulai tanggal 6-8 Mei 1993, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah tak bernyawa pada 8 Mei 1993 di Hutan Wilangan, Nganjuk.

Kematiannya menggemparkan dunia perburuhan. Bukan hanya Indonesia, bahkan dunia. International Labor Organization (ILO) pun mencatat kematian Marsinah dalam kasus nomor 1713.

Pemerintah pun membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim pada 30 September 1993 untuk melakukan penyelidikan kasus pembunuhan Marsinah ini. Tim ini juga mampu membawa kasus pembunuhan Marsinah ini sampai meja pengadilan. Bahkan sudah ditetapkan pula terdakwa pembunuh Marsinah hingga menjalani masa tahanan. Tetapi, putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur dan Kasasi Mahkamah Agung yang memutus terdakwa tersebut bebas murni. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar siapa pembunuh Marsinah. Banyak pihak yang tidak puas akan putusan ini hingga menimbulkan tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah rekayasa.

Sampai tumbangnya rezim otoriter Soehato dan 22 setelah meninggalnya, misteri pembunuh Marsinah masih belum diterungkap.

Mengenang 22 Tahun Meninggalnya Marsinah


Puluhan buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam KOBAR (Komite Buruh Mahasiswa Bergerak) menggelar aksi untuk memperingati 22 tahun meninggalnya Marsinah (8/5/2015) di Taman Apsari, Surabaya. Aksi ini dilakukan untuk terus mengobarkan semangat untuk melawan ketidakadilan dan penindasan yang masih kerap menimpa buruh di Indonesia. Aksi ini juga sekaligus untuk memperingati 21 tahun hari jadi SBK (Serikat Buruh Kerakyatan).

Untuk mengenang 22 tahun meninggalnya Marsinah, KOBAR menuntut:
  1. Usut dan ungkap tuntas dalang dan skenario kematian Marsinah.
  2. Jadikan Marsinah sebagai pahlawan buruh Indonesia.
  3. Tolak segala bentuk kekerasan dan militerisme di sektor perburuhan dan sektor lainnya.

Selain itu KOBAR juga menggelar acara yang bertajuk “Marsinah Menolak Bungkam” bersama kawan-kawan buruh dan mahasiswa.

Aksi yang dimulai pada pukul 19.30 WIB diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Internasionale bersama-sama. Lalu tampillah beberapa perwakilan dari masa aksi untuk melakukan orasinya.


Selesai orasi, acara dilanjutkan dengan monolog puisi mengenai perjuangan Marsinah dalam membela hak kaum buruh dan kematian tragisnya.

Acara dilanjutkan dengan berdiskusi bersama mengenai perjuangan Marsinah dan perburuhan di Indonesia. Dihadirkan pula tiga narasumber yang akan membantu masa aksi untuk mengetahui tentang perburuhan. Tiga narasumber tersebut adalah Mahfud Zakaria, Vegas Dwipanagara, dan Bianto. Mahfud Zakaria hadir sebagai sekjen SBK. Vegas hadir sebagai perwakilan mahasiswa yang turut bersolidaritas dalam aksi yang dilakukan oleh buruh. Sedangkan Bianto merupakan teman Marsinah sekaligus saksi perjuangan Marsinah dalam membela kaum buruh.

Aksi ini pun diakhiri dengan kembali menyanyikan lagu Internasionale sebagai simbol lagu kaum pekerja.

Hidup Buruh!

Sumber: Press Release

Surabaya, 8 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar