Hari
ini Sabtu (21/3) adalah hari yang cukup melelahkan bagi saya. Hampir seharian
saya menghadiri acara “Kompas Kampus” yang diadakan oleh Kompas. Saya cukup
menanti-nanti acara ini karena iklannya sudah ada sejak bulan Februari. Saya
lalu membaca tentang acara ini di Kompasiana. Tertarik, saya pun langsung
daftar via email seperti yang tertulis dalam tulisan ini. Rasa penasaran saya
semakin besar ketika saya membaca tulisan Mbak Listhia. Dia memang menghadiri
acara Kompas Kampus di UGM, Yogyakarta. Lewat tulisannya itu, saya jadi tak
sabar untuk menghadiri acara ini. Dan ketika hari yang ditentukan itu tiba semakin
tak sabar rasanya untuk segera datang. Dan begitu acaranya selesai tak sabar
juga rasanya untuk segera menulis apa saja yang saya lakukan seharian tadi. Tenang
saja, saya akan menceritakannya sekarang kok. Siap-siap ya!
“Kompas
Kampus” adalah acara yang diadakan oleh Kompas dengan mengunjungi kampus-kampus
yang ada di Indonesia. Untuk tahu lebih lanjut, langsung aja ke link ini. Dan
kali ini Surabaya menjadi kota kedua yang didatangi oleh Kompas Kampus setelah
sebelumnya mengunjungi Kota Pendidikan, Yogyakarta terlebih dahulu. Acara yang
berlangsung di kampus saya (esiah), Universitas Airlangga sebenarnya sudah
berlangsung sejak Jumat (20/3) kemarin. Namun karena saya tidak bisa datang
karena ada acara jadi saya terpaksa tidak menghadirinya. Untuk hari pertama,
acaranya sangat menarik dan sayang untuk dilewatkan. Penasaran acarnya apa?
Makanya baca link Kompas Kampus tadi. Tenang aja gratis kok. He-he-he.
Nah,
hari Sabtu akhirnya datang. Saya bangun pagi-pagi untuk menyiapkan segalanya. Saya
mulai membayangkan akan ketemu dengan Rosiana Silalahi, Raditya Dika, Panji
Pragiwaksono, dan banyak komika lainnya. Menarik kan? Dan seru pastinya.
Lalu
saya baca kembali tulisan Mbak Listhia. Mak! Ternyata pakai tiket ya? Lantas
saya cek kembali email balasan dari Kompasiana yang tertulis saya sudah
terdaftar sebagai peserta. Tapi saya tidak punya tiket online. Akhirnya saya
mencoba mendaftar untuk di Surabaya ternyata pendaftarannya sudah ditutup.
Terbayanglah kalau nanti saya gagal menonton seminar blogshop, talkshow Rosi, dan stand up comedy. Saya pun punya akal. Kalau sampai di
tempat pendaftaran ulang nanti saya diminta menunjukan tiket online, saya
tunjukkan saja email balasan dari Kompasiana. Saya pun memfoto email balasan
dari Kompasiana tersebut.
Sekitar
jam 9 pagi, dengan semangat saya mengendarai sepeda motor dari tempat kos saya
menuju Kampus C Unair sendirian. Saya sudah mengajak beberapa teman saya untuk
ikut, tapi saya tidak melihat antusiasme di wajah mereka. Ya sudahlah.
Lagipula, beberapa teman saya juga pasti ada yang ikut, pasti ketemu di sana.
Belum lagi kalau ketemu sesama Kompasianer. Kan bisa ngobrol deh.
Sekitar
10 menit kemudian, saya sampai di sana di Kampus C Unair. Saya melihat ada
banyak pengendara motor menuju ke suatu tempat. Saya parkir motor dan langsung
menuju Airlangga Convention Center (ACC). Jujur saja, hampir tiga tahun kuliah
di sini saya tidak pernah sama sekali masuk sini. Kayaknya ini bangunan baru
deh (ngeles). He-he-he.
Saya
langsung menuju pintu masuk dengan melewati tempat bazar makanan. Hmm, jadi
lapar. Saya kan belum makan. Tapi nanti sajalah, yang penting dapat tiket dulu.
Mungkin karena acara masih lama jadi antrian tak begitu ramai. Ketika asik
mengantri salah seorang teman satu jurusan di Sosiologi memanggil saya. Namanya
Mada. Syukurlah ada teman untuk mengikuti acara ini. Di tengah mengantri pula,
ada dua orang perempuan berkaos KompasTV—saya
duga volunteer—membagikan secarik
kertas dan pulpen. Ternyata angket. Tibalah waktunya saya untuk ditanyai tiket
online.
“Saya
nggak punya tiketnya, Mbak,” ujar
saya kepada seorang petugas pendaftaran.
“Oh,
langsung ke meja On the Spot aja,
Mas,” balasnya.
Oke.
Saya langsung ke meja bertuliskan “OTS” dan ada petugas juga di sana. Saya
katakakan seperti yang katakan sebelumnya.
“Oke,
langsung isi nama, nomor HP, dan nomor registrasi ya, Mas. Di sini,” ujarnya
menunjuk kertas daftar hadir. Gampang juga ya. Saya kira ribet. Tak perlu
menujukkan emain balasan Kompasiana dong. “Eh, tapi tunjukin kartu identitas
dulu, Mas. KTP, SIM, atau KTM,” tambahnya.
Saya
langsung mengeluarkan KTM saya. Saya pun mengisi daftar hadir, dan dapat tiket
deh. Selesai dapat tiket, langsung saja tuju Mada. Ia juga tengah memegang
kertas angket dan pulpen.
“Ijenan ta koen?” tanyanya.
“Iyo. Ambek sopo maneh,” balas saya
singkat. “Angket iki diisi ta, Da?
“Koyokane,” balas Mada.
“Awak dhewe nang Sosiologi penggaweane nggawe
kuesioner saiki dikongkon ngisi angket,” canda saya.
Kami
berdua mengisi angket yang berisi tentang Surabaya itu. Selesai, saya langsung
berikan kepada seorang volunteer
pengumpul angket. Saya pun ngobrol sebentar dengan Mada sebelum akhirnya pada
pukul 10 saya masuk. Penontonnya masih belum ramai. Paling baru cuma sekitar 10
baris bangku yang terisi. Saya melihat para kru masih sedang menata panggung.
Saya
dan Mada pun mencari tempat duduk yang pas untuk kami. Saya mengambil tempat di
tengah karena akan memudahkan saya untuk membidik semua yang ada di depan. Tak
lama kemudian, acara pun dimulai. Acara dibuka dengan peragakan pencak silat
Tapak Suci. Nampak beberapa orang pendekar bersabuk biru memeragakan gerakan
bela diri milik Muhammadiyah ini. Saya taksir pasti ini anak-anak UKM tapak
suci Unair.
Selesai
dengan demo peragaan, acara pun masuk ke seminar Blogshop. Pembicaranya sang
Admin Kompasiana, Cak Nurulloh. Cak Nurulloh menjelaskan tentang jurnalisme
warga yang kini telah menjadi tren dalam dunia pewartaan. Cak Nurulloh menjelaskan
tentang sejarahnya jurnalisme warga (JW), website JW di berbagai negara sampai
ke berdirinya Kompasiana dan perkembangan Kompasiana sebagai salah satu media
pewarta di Indonesia.
Pukul
12 siang, saya mulai merasa lapar karena memang belum sarapan. Pagi tadi hanya
minum teh hangat dan air putih. Mada pun keluar untuk mencari makan karena ini
punya masalah yang seperti saya (lapar dan belum sarapan). Saya mencoba
melihat-lihat sekeling siap tahu ada penjual tahu sumedang, cangcimen, air mineral, atau pun mijon. Saya masih bisa
menunda lapar saya untuk menyelesaikan seminar ini. Tak beberapa lama kemudian,
Mada datang membawakan saya segelas kopi. Wah, jadi merepotkan ini. Padahal
saya ndak mesen. Nek koen moco tulisanku iki, suwun lho, Da. He-he-he.
Tak
kuat menahan lapar, saya pun memutuskan untuk mencari makanan sedangkan seminar
belum selesai. Akhirnya beli sandwich karena
tidak ada yang jual nasi di bazar dan kopi. Selesai, saya duduk-duduk sebentar.
Dan lagi-lagi saya bertemu dengan beberapa teman satu jurusan di Sosiologi.
Merasa mulai cukup, saya masuk lagi ke tempat seminar.
Saya
melihat di depan panggung sudah banyak penonton yang foto-foto selfie sambil teriak-teriak seperti
orang kesurupan. Nggak tahunya di
atas panggung sudah ada Panji Pragiwaksono dan Billy si B-Boy yang biasa nongol
di Hitam Putih. Banyak yang pada foto selfie
deh. Saya yang tak tertarik dan tak terbiasa selfie jadi kepengen waktu melihat dua orang teman saya sedang selfie. Masuklah wajah saya ke
kameranya. He-he-he.
Panji
menyanyikan sebuah lagu yang diiringi Billy yang sedang beatboxing. Saya lupa judul lagunya. Kalau tidak salah sih judulnya
Lagu Melayu. Lagu ini dulu sering diputar di KompasTV.
Panji
pun melanjutkan acara dengan Stand Up
Comedy. Orang yang satu ini memang seorang komika yang selalu membuat
tertawa para penonton. Kami semua tertawa sambil salto mendengar
leluconnya. Selesai melawak tunggal, Panji menawarkan diri untuk menyanyikan
lagunya. Kami semua bernyanyi sambil berdiri dan bertepuk tangan. Tiba-tiba
dari tengah muncullah Rosiana Silalahi, sang pembawa acara ROSI bergoyang sambil bernyanyi. Gemuruh teriakan penonton semakin
menyemarakkan acara ini. Acara yang dinanti-nanti pun tiba. Lagu Melayu
selesai, Talkshow ROSI pun dimulai
pada sekitar pukul 2 siang.
Mbak
Rosi—sapaan Rosiana Silalahi—menyapa kami dengan bahasa Suroboyoan. Akhirnya
sang Ibu Negara Janc*kers ini pun menyapa kami semua.
“Nanti
diedit lah ya. Yaopo kabare, c*k?!”
teriaknya.
Kami
semua tertawa mendengarnya sambil membalas, “Apik!”
“Wis mangan?!” teriaknya lagi. “Wis mangan tak gurung?!”
Tibalah,
bintang tamu yang ditunggu-tunggu semua orang di sini. Walikota Surabaya, Tri
Rismaharini datang. Teriakan semakin kencang. Dan perbincangan pun membahas
mengenai sosok pemimpin. Ditayangkanlah video Bu Risma yang marah di Taman
Bungkul karena taman kebanggaannya rusak gara-gara pembagian Es Krim gratis
oleh Walls. Perbincangan membahas
pula tentang Bu Risma sebagai sosok yang ekspresif, blak-blakan khas Surabaya,
namun tetap lembut dan perasaan.
Tak
beberapa lama kemudian, dihadirkanlah tamu kedua. Tamu kedua ini juga seorang
kepala daerah di Jawa Timur. Dialah Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas. Pak
Anas ini beberapa waktu belakangan mendapat sorotan dari publik karena
gebrakannya dalam menata daerahnya yang merupakan kabupaten tersebesar di Jawa
Timur itu. Selama ini Banyuwangi memang identik dengan hal mistis seperti
santet. Belum lagi alas purwo yang konon katanya angker. Tapi, Pak Anas mencoba
merubah paradigma masyarakat tentang Banyuwangi itu.
Kini
Banyuwangi memiliki beberapa tempat wisata yang cukup menarik pula untuk
dikunjungi. Beliau memamerkan buku semacam katalog wisata Banyuwangi. Beberapa
daerah wisata yang beliau pamerkan adalah Pulau Merah, Teluk Hijau, dan Kawan
Ijen.
Acara
berlanjut dengan hadirnya sang bintang tamu yang ditunggu-tunggu pula oleh
banyak penggemarnya, Raditya Dika. Raditya Dika adalah seorang yang sangat multi-talent. Penulis, Pelawak,
Sutradara, Aktor semua pernah dijalaninya. Tak heran penggemarnya bejibun begini.
Obrolan
dengan Raditya Dika membahas pula mengenai sosok pemimpin. Mbak Rosi sempat
menyindir Radit tentang perkuliahannya.
“Kamu
kan kuliah Ilmu Politik, FISIP UI. Tapi tidak sekalipun kamu pernah membahas
politik, Dit. Ini akan menarik,” kata Mbak Rosi.
“Sebaliknya.
Mbak Rosi yang kuliah di Sastra Jepang, FIB UI. Malah keahlian yang seharusnya
mbak kuasai menjadi keahlian saya.”
Kami
semua pun tertawa. Radit mulai membahas tentang sosok pemimpin idaman di
matanya. Anak politik pasti gampang kalau ngomong. Namun tiba-tiba muncullah
sosok yang dari tadi naik turun panggung, Panji Pragiwaksono. Ia kembali
melawak tunggal. Perut saya serasa terkocok dibuatnya. Kam terpingkal-pingkal.
Namun sayangnya, materi penutup Panji sudah pernah dibawakannya pada stand up comedy sebelum-sebelumnya. Lucu
sih, tapi kan saya jadi tahu apa yang mau dibicarakannya. Saya memang banyak
menonton stand up comedy via TV ataupun Youtube. Jadi saya cukup hafal mana
materi yang diulang-ulang dan tidak.
Talkshow pun selesai dengan diakhir foto selfie empat bintang tamu bersama sang
pembawa acara pada sekitar pukul setengah 5 sore.
Acara
dilanjutkan dengan SUPER Stand Up Seru
yang menghadirkan alumni SUCI. Ada lima komika yang akan tampil di acara ini.
Ada Arif Alfiansyah, Yudah Keling, Pulung Siswantara, Topenk, dan Praz Teguh.
Tiga dari lima komika ini merupakan komika asal Surabaya.
Penampilan
pertama datang dari Arif yang mengundang tawa lewat suaranya yang cempreng dan
posturnya yang pendek. Beberapa kali kami tertawa lewat materi tentang Surabaya
yang dibawakannya. Sebagai komika asli Surabaya tentu dia tahu betul tentang
Surabaya. Mulai dari penutupan Dolly sampai pengamen aneh di Surabaya ini
disantapnya menjadi materi. Tentang pengamen ini sebenarnya sudah pernah
dibawakan oleh Muslim, komika asal Bangkalan, Madura. Jadi Arif terkesan
menjiplak materi komika lain.
Yudha
Keling tampil selanjutnya dan kurang membuat saya terkesan. Saya kalau
melihatnya di TV sering dibuatnya terpingkal-pingkal. Lalu tampillah seorang
dosen yang menjadi pelawak juga, Pak Pulung. Materi Pak Pulung selalu tak jauh
dari kehidupan antara dosen dan mahasiswa. Pak Pulung cukup sukses membuat saya
tertawa nih.
Memasuki
penampilan keempat saya mulai bosen. Topenk yang kali maju kurang membuat saya
tertarik. Apalagi waktu sudah masuk pukul 5 sore lebih. Saya juga mulai lapar.
Terlebih lagi penampilan selanjutnya adalah Praz Teguh yang menurut saya kurang
menarik juga. Akhirnya saya putuskan untuk pulang.
Sebelum
pulang saya melihat beberapa penonton dapat sertifikat, saya pun memutuskan
untuk mengambil sertifikat dulu lalu pulang. Lumayan, ini cukup berarti untuk
syarat kelulusan saya. He-he-he.
Saya
pun langsung pulang karena hari sudah hampir maghrib. Terbayanglah lalapan
wader dan telor kesukaan saya. Begitulah kisah panjang saya hari ini. Panjang
ya. Saya mengetik menggunakan Microsoft Word ini pun sebanyak lima halaman.
Maaf ya jadi panjang sekali begini. Karena rasanya semuanya sangat menarik dan
sayang untuk dilewatkan.
Saya
ingat, hari ini saya gagal kopdar dengan Kompasianer lain. Tapi tak apalah.
Acara dari Kompas ini memuaskan saya sekali. Terima kasih banyak Kompas.
Hmm,
wader telor, I’m coming.
Surabaya,
21 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar