Minggu, 22 Maret 2015

Menikmati Serunya Kompas Kampus di Surabaya


Hari ini Sabtu (21/3) adalah hari yang cukup melelahkan bagi saya. Hampir seharian saya menghadiri acara “Kompas Kampus” yang diadakan oleh Kompas. Saya cukup menanti-nanti acara ini karena iklannya sudah ada sejak bulan Februari. Saya lalu membaca tentang acara ini di Kompasiana. Tertarik, saya pun langsung daftar via email seperti yang tertulis dalam tulisan ini. Rasa penasaran saya semakin besar ketika saya membaca tulisan Mbak Listhia. Dia memang menghadiri acara Kompas Kampus di UGM, Yogyakarta. Lewat tulisannya itu, saya jadi tak sabar untuk menghadiri acara ini. Dan ketika hari yang ditentukan itu tiba semakin tak sabar rasanya untuk segera datang. Dan begitu acaranya selesai tak sabar juga rasanya untuk segera menulis apa saja yang saya lakukan seharian tadi. Tenang saja, saya akan menceritakannya sekarang kok. Siap-siap ya!

“Kompas Kampus” adalah acara yang diadakan oleh Kompas dengan mengunjungi kampus-kampus yang ada di Indonesia. Untuk tahu lebih lanjut, langsung aja ke link ini. Dan kali ini Surabaya menjadi kota kedua yang didatangi oleh Kompas Kampus setelah sebelumnya mengunjungi Kota Pendidikan, Yogyakarta terlebih dahulu. Acara yang berlangsung di kampus saya (esiah), Universitas Airlangga sebenarnya sudah berlangsung sejak Jumat (20/3) kemarin. Namun karena saya tidak bisa datang karena ada acara jadi saya terpaksa tidak menghadirinya. Untuk hari pertama, acaranya sangat menarik dan sayang untuk dilewatkan. Penasaran acarnya apa? Makanya baca link Kompas Kampus tadi. Tenang aja gratis kok. He-he-he.

Nah, hari Sabtu akhirnya datang. Saya bangun pagi-pagi untuk menyiapkan segalanya. Saya mulai membayangkan akan ketemu dengan Rosiana Silalahi, Raditya Dika, Panji Pragiwaksono, dan banyak komika lainnya. Menarik kan? Dan seru pastinya.

Lalu saya baca kembali tulisan Mbak Listhia. Mak! Ternyata pakai tiket ya? Lantas saya cek kembali email balasan dari Kompasiana yang tertulis saya sudah terdaftar sebagai peserta. Tapi saya tidak punya tiket online. Akhirnya saya mencoba mendaftar untuk di Surabaya ternyata pendaftarannya sudah ditutup. Terbayanglah kalau nanti saya gagal menonton seminar blogshop, talkshow Rosi, dan stand up comedy. Saya pun punya akal. Kalau sampai di tempat pendaftaran ulang nanti saya diminta menunjukan tiket online, saya tunjukkan saja email balasan dari Kompasiana. Saya pun memfoto email balasan dari Kompasiana tersebut.

Sekitar jam 9 pagi, dengan semangat saya mengendarai sepeda motor dari tempat kos saya menuju Kampus C Unair sendirian. Saya sudah mengajak beberapa teman saya untuk ikut, tapi saya tidak melihat antusiasme di wajah mereka. Ya sudahlah. Lagipula, beberapa teman saya juga pasti ada yang ikut, pasti ketemu di sana. Belum lagi kalau ketemu sesama Kompasianer. Kan bisa ngobrol deh.

Sekitar 10 menit kemudian, saya sampai di sana di Kampus C Unair. Saya melihat ada banyak pengendara motor menuju ke suatu tempat. Saya parkir motor dan langsung menuju Airlangga Convention Center (ACC). Jujur saja, hampir tiga tahun kuliah di sini saya tidak pernah sama sekali masuk sini. Kayaknya ini bangunan baru deh (ngeles). He-he-he.


Saya langsung menuju pintu masuk dengan melewati tempat bazar makanan. Hmm, jadi lapar. Saya kan belum makan. Tapi nanti sajalah, yang penting dapat tiket dulu. Mungkin karena acara masih lama jadi antrian tak begitu ramai. Ketika asik mengantri salah seorang teman satu jurusan di Sosiologi memanggil saya. Namanya Mada. Syukurlah ada teman untuk mengikuti acara ini. Di tengah mengantri pula, ada dua orang perempuan berkaos KompasTV—saya duga volunteer—membagikan secarik kertas dan pulpen. Ternyata angket. Tibalah waktunya saya untuk ditanyai tiket online.

“Saya nggak punya tiketnya, Mbak,” ujar saya kepada seorang petugas pendaftaran.

“Oh, langsung ke meja On the Spot aja, Mas,” balasnya.

Oke. Saya langsung ke meja bertuliskan “OTS” dan ada petugas juga di sana. Saya katakakan seperti yang katakan sebelumnya.

“Oke, langsung isi nama, nomor HP, dan nomor registrasi ya, Mas. Di sini,” ujarnya menunjuk kertas daftar hadir. Gampang juga ya. Saya kira ribet. Tak perlu menujukkan emain balasan Kompasiana dong. “Eh, tapi tunjukin kartu identitas dulu, Mas. KTP, SIM, atau KTM,” tambahnya.

Saya langsung mengeluarkan KTM saya. Saya pun mengisi daftar hadir, dan dapat tiket deh. Selesai dapat tiket, langsung saja tuju Mada. Ia juga tengah memegang kertas angket dan pulpen.

Ijenan ta koen?” tanyanya.

Iyo. Ambek sopo maneh,” balas saya singkat. “Angket iki diisi ta, Da?

Koyokane,” balas Mada.

Awak dhewe nang Sosiologi penggaweane nggawe kuesioner saiki dikongkon ngisi angket,” canda saya.

Kami berdua mengisi angket yang berisi tentang Surabaya itu. Selesai, saya langsung berikan kepada seorang volunteer pengumpul angket. Saya pun ngobrol sebentar dengan Mada sebelum akhirnya pada pukul 10 saya masuk. Penontonnya masih belum ramai. Paling baru cuma sekitar 10 baris bangku yang terisi. Saya melihat para kru masih sedang menata panggung.

Saya dan Mada pun mencari tempat duduk yang pas untuk kami. Saya mengambil tempat di tengah karena akan memudahkan saya untuk membidik semua yang ada di depan. Tak lama kemudian, acara pun dimulai. Acara dibuka dengan peragakan pencak silat Tapak Suci. Nampak beberapa orang pendekar bersabuk biru memeragakan gerakan bela diri milik Muhammadiyah ini. Saya taksir pasti ini anak-anak UKM tapak suci Unair.


Selesai dengan demo peragaan, acara pun masuk ke seminar Blogshop. Pembicaranya sang Admin Kompasiana, Cak Nurulloh. Cak Nurulloh menjelaskan tentang jurnalisme warga yang kini telah menjadi tren dalam dunia pewartaan. Cak Nurulloh menjelaskan tentang sejarahnya jurnalisme warga (JW), website JW di berbagai negara sampai ke berdirinya Kompasiana dan perkembangan Kompasiana sebagai salah satu media pewarta di Indonesia.


Pukul 12 siang, saya mulai merasa lapar karena memang belum sarapan. Pagi tadi hanya minum teh hangat dan air putih. Mada pun keluar untuk mencari makan karena ini punya masalah yang seperti saya (lapar dan belum sarapan). Saya mencoba melihat-lihat sekeling siap tahu ada penjual tahu sumedang, cangcimen, air  mineral, atau pun mijon. Saya masih bisa menunda lapar saya untuk menyelesaikan seminar ini. Tak beberapa lama kemudian, Mada datang membawakan saya segelas kopi. Wah, jadi merepotkan ini. Padahal saya ndak mesen. Nek koen moco tulisanku iki, suwun lho, Da. He-he-he.

Tak kuat menahan lapar, saya pun memutuskan untuk mencari makanan sedangkan seminar belum selesai. Akhirnya beli sandwich karena tidak ada yang jual nasi di bazar dan kopi. Selesai, saya duduk-duduk sebentar. Dan lagi-lagi saya bertemu dengan beberapa teman satu jurusan di Sosiologi. Merasa mulai cukup, saya masuk lagi ke tempat seminar.


Saya melihat di depan panggung sudah banyak penonton yang foto-foto selfie sambil teriak-teriak seperti orang kesurupan. Nggak tahunya di atas panggung sudah ada Panji Pragiwaksono dan Billy si B-Boy yang biasa nongol di Hitam Putih. Banyak yang pada foto selfie deh. Saya yang tak tertarik dan tak terbiasa selfie jadi kepengen waktu melihat dua orang teman saya sedang selfie. Masuklah wajah saya ke kameranya. He-he-he.


Panji menyanyikan sebuah lagu yang diiringi Billy yang sedang beatboxing. Saya lupa judul lagunya. Kalau tidak salah sih judulnya Lagu Melayu. Lagu ini dulu sering diputar di KompasTV.

Panji pun melanjutkan acara dengan Stand Up Comedy. Orang yang satu ini memang seorang komika yang selalu membuat tertawa para penonton. Kami semua tertawa sambil salto mendengar leluconnya. Selesai melawak tunggal, Panji menawarkan diri untuk menyanyikan lagunya. Kami semua bernyanyi sambil berdiri dan bertepuk tangan. Tiba-tiba dari tengah muncullah Rosiana Silalahi, sang pembawa acara ROSI bergoyang sambil bernyanyi. Gemuruh teriakan penonton semakin menyemarakkan acara ini. Acara yang dinanti-nanti pun tiba. Lagu Melayu selesai, Talkshow ROSI pun dimulai pada sekitar pukul 2 siang.


Mbak Rosi—sapaan Rosiana Silalahi—menyapa kami dengan bahasa Suroboyoan. Akhirnya sang Ibu Negara Janc*kers ini pun menyapa kami semua.

“Nanti diedit lah ya. Yaopo kabare, c*k?!” teriaknya.

Kami semua tertawa mendengarnya sambil membalas, “Apik!”

Wis mangan?!” teriaknya lagi. “Wis mangan tak gurung?!”

Tibalah, bintang tamu yang ditunggu-tunggu semua orang di sini. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini datang. Teriakan semakin kencang. Dan perbincangan pun membahas mengenai sosok pemimpin. Ditayangkanlah video Bu Risma yang marah di Taman Bungkul karena taman kebanggaannya rusak gara-gara pembagian Es Krim gratis oleh Walls. Perbincangan membahas pula tentang Bu Risma sebagai sosok yang ekspresif, blak-blakan khas Surabaya, namun tetap lembut dan perasaan.


Tak beberapa lama kemudian, dihadirkanlah tamu kedua. Tamu kedua ini juga seorang kepala daerah di Jawa Timur. Dialah Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas. Pak Anas ini beberapa waktu belakangan mendapat sorotan dari publik karena gebrakannya dalam menata daerahnya yang merupakan kabupaten tersebesar di Jawa Timur itu. Selama ini Banyuwangi memang identik dengan hal mistis seperti santet. Belum lagi alas purwo yang konon katanya angker. Tapi, Pak Anas mencoba merubah paradigma masyarakat tentang Banyuwangi itu.


Kini Banyuwangi memiliki beberapa tempat wisata yang cukup menarik pula untuk dikunjungi. Beliau memamerkan buku semacam katalog wisata Banyuwangi. Beberapa daerah wisata yang beliau pamerkan adalah Pulau Merah, Teluk Hijau, dan Kawan Ijen.

Acara berlanjut dengan hadirnya sang bintang tamu yang ditunggu-tunggu pula oleh banyak penggemarnya, Raditya Dika. Raditya Dika adalah seorang yang sangat multi-talent. Penulis, Pelawak, Sutradara, Aktor semua pernah dijalaninya. Tak heran penggemarnya bejibun begini.


Obrolan dengan Raditya Dika membahas pula mengenai sosok pemimpin. Mbak Rosi sempat menyindir Radit tentang perkuliahannya.

“Kamu kan kuliah Ilmu Politik, FISIP UI. Tapi tidak sekalipun kamu pernah membahas politik, Dit. Ini akan menarik,” kata Mbak Rosi.


“Sebaliknya. Mbak Rosi yang kuliah di Sastra Jepang, FIB UI. Malah keahlian yang seharusnya mbak kuasai menjadi keahlian saya.”

Kami semua pun tertawa. Radit mulai membahas tentang sosok pemimpin idaman di matanya. Anak politik pasti gampang kalau ngomong. Namun tiba-tiba muncullah sosok yang dari tadi naik turun panggung, Panji Pragiwaksono. Ia kembali melawak tunggal. Perut saya serasa terkocok dibuatnya. Kam terpingkal-pingkal. Namun sayangnya, materi penutup Panji sudah pernah dibawakannya pada stand up comedy sebelum-sebelumnya. Lucu sih, tapi kan saya jadi tahu apa yang mau dibicarakannya. Saya memang banyak menonton stand up comedy via TV ataupun Youtube. Jadi saya cukup hafal mana materi yang diulang-ulang dan tidak.

Talkshow pun selesai dengan diakhir foto selfie empat bintang tamu bersama sang pembawa acara pada sekitar pukul setengah 5 sore.


Acara dilanjutkan dengan SUPER Stand Up Seru yang menghadirkan alumni SUCI. Ada lima komika yang akan tampil di acara ini. Ada Arif Alfiansyah, Yudah Keling, Pulung Siswantara, Topenk, dan Praz Teguh. Tiga dari lima komika ini merupakan komika asal Surabaya.


Penampilan pertama datang dari Arif yang mengundang tawa lewat suaranya yang cempreng dan posturnya yang pendek. Beberapa kali kami tertawa lewat materi tentang Surabaya yang dibawakannya. Sebagai komika asli Surabaya tentu dia tahu betul tentang Surabaya. Mulai dari penutupan Dolly sampai pengamen aneh di Surabaya ini disantapnya menjadi materi. Tentang pengamen ini sebenarnya sudah pernah dibawakan oleh Muslim, komika asal Bangkalan, Madura. Jadi Arif terkesan menjiplak materi komika lain.

Yudha Keling tampil selanjutnya dan kurang membuat saya terkesan. Saya kalau melihatnya di TV sering dibuatnya terpingkal-pingkal. Lalu tampillah seorang dosen yang menjadi pelawak juga, Pak Pulung. Materi Pak Pulung selalu tak jauh dari kehidupan antara dosen dan mahasiswa. Pak Pulung cukup sukses membuat saya tertawa nih.

Memasuki penampilan keempat saya mulai bosen. Topenk yang kali maju kurang membuat saya tertarik. Apalagi waktu sudah masuk pukul 5 sore lebih. Saya juga mulai lapar. Terlebih lagi penampilan selanjutnya adalah Praz Teguh yang menurut saya kurang menarik juga. Akhirnya saya putuskan untuk pulang.

Sebelum pulang saya melihat beberapa penonton dapat sertifikat, saya pun memutuskan untuk mengambil sertifikat dulu lalu pulang. Lumayan, ini cukup berarti untuk syarat kelulusan saya. He-he-he.

Saya pun langsung pulang karena hari sudah hampir maghrib. Terbayanglah lalapan wader dan telor kesukaan saya. Begitulah kisah panjang saya hari ini. Panjang ya. Saya mengetik menggunakan Microsoft Word ini pun sebanyak lima halaman. Maaf ya jadi panjang sekali begini. Karena rasanya semuanya sangat menarik dan sayang untuk dilewatkan.

Saya ingat, hari ini saya gagal kopdar dengan Kompasianer lain. Tapi tak apalah. Acara dari Kompas ini memuaskan saya sekali. Terima kasih banyak Kompas.

Hmm, wader telor, I’m coming.


Surabaya, 21 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar